Selasa, 24 Januari 2023

Cerita Seks Sedarah Main Dengan Tante Sendiri

 



Cerita Seks Sedarah Main Dengan Tante Sendiri



PUJA88 > Cerita panas sedarah ini berawal saat seseorang lelaki yang terjebak cerita hebat dengan tantenya sendiri serta tentu saja cerita ini sangat banyak sekali sekali memiliki kandungan cerita panas dengan faktor cerita seseorang dewasa

seperti dalam dengan artikel cerita dewasa yang lain, dengan begitu cerita panas sedarah ini semakin lebih hebat buat anda baca dari computer anda.


Pada intinya cerita panas sedarah ini saya temukan dari situs cersekx69.blogspot.com serta menyengaja saya bagi buat anda semua, tetapi yang butuh dilihat jika cerita ini spesial buat anda yang telah dewasa apabila anda masih di bawah usia atau masih abg saya berharap tidak untuk membaca cerita ini sebaiknya bila anda membaca artikel lainnya saja di situs ini.


Nah tanpa ada banyak basa basi silahkan saja anda baca sendiri ceritanya berikut ini. Cerita sex ini ialah satu pengalaman sekaligus juga jalan hidupku yang penuh liku. Saya yang waktu itu masih smp serta ingin sekolah dijakarta nyatanya diperbolehkan oleh ke-2 orang tuaku. Pada akhirnya saya pergi kerumah tanteku yang berada di jakarta. Waktu didesa dahulu saya tidak tahu mengenai apakah itu sex serta cerita sex. Tetapi waktu bergerak dewasa saya mulai tahu mengenai beberapa hal mengenai sex di rumah tanteku yani.


Dari mulai majalah porno, video bokep s/d foto-foto cewek bugil semua saya tahu. Memang waktu dijakarta jadi satu masa lalu manis sekaligus juga kenakalan waktu remajaku. mulai tahu ngentot serta belajar ngentot sama perawan atau ngentot sama tante girang. Telah berpuluh-puluh kali aq ngentot sama tante girang serta semua selesai dengan kontolku yang lemas gemulai. Tetapi gapapa deh yang penting saya senang. Eh kok ngalor ngidul gak jelas.


mending kita mulai saja yuk cerita sex indonesia kesempatan ini selamat memerhatikan pembaca yang budiman. serta tetap ingat web cersekx69.blogspot.com. Saya ke Jakarta atas izin orang tuaku, bahkan juga merekalah yang mendorongnya. Pada awalnya saya sebetulnya malas tinggalkan keluargaku, tetapi ayahku inginkan saya untuk meneruskan sekolah ke STM.


Saya lebih senang kerja saja di Purwokerto. Saya terima saran ayahku seandainya sekolah di SMA (saat ini SMU) serta tidak di kampung. Ia memberikan alamat adik misannya yang sudah sukses serta tinggal di bilangan Tebet, Jakarta. Ayahku benar-benar jarang-jarang terkait dengan adik misannya itu. Paling cuma seringkali lewat surat, sebab telephone belum masuk ke desaku.


Berita paling akhir yang saya dengar dari ayahku, adik misannya itu, sebutlah saja Oom Ton, punyai usaha sendiri serta sukses, telah berkeluarga dengan satu anak lelaki usia 4 tahun serta berkecukupan. Tempat tinggalnya cukup besar.


Jadi, dengan bekal alamat, dua pasang baju, serta uang seadanya, saya pergi ke Jakarta. Hanya satu panduan yang saya mempunyai: naik KA pagi dari Purwokerto serta turun di stasiun Manggarai. Tebet tidak jauh dari stasiun ini.


Stasiun Manggarai, jam 15.20 siang saya dicekam kebingungan. Sangat banyak manusia serta kendaraan berlalu lalang, benar-benar jauh berlainan dengan situasi desaku yang sepi serta hening. Singkat kata, sesudah ?berusaha? hampir 3 jam, bertanya kesana kesini, 2x naik mikrolet (sekali salah naik), sekali naik ojek yang mahalnya bukan main, sampailah saya pada suatu rumah besar dengan taman yang asri yang pas dengan alamat yang kubawa.


Berdebar-debar saya masuki pintu pagar yang dikit terbuka, ketok pintu serta menanti. Seseorang wanita muda, berkulit bersih, serta .. ya ampun, menurutku cantik sekali (mungkin di desaku tidak ada wanita cantik), berdiri di depanku melihat dengan dikit berprasangka buruk.


Sesudah saya terangkan asal-usulku, mukanya beralih cerah. ?Tarto, ya ? Mari masuk, masuk. Kenalkan, saya Tantemu.? Dengan grogi saya menyongsong tangannya yang terjulur. Tangan itu halus sekali. ?Semula Oom Ton ingin jemput ke Manggarai, tetapi ada acara tiba-tiba. Tante engga kira kamu telah sebesar ini. Naik apa barusan, nyasar, ya ?? Cecarnya dengan ramah. ?Maaar, membuat minuman!? teriaknya setelah itu.


Tidak berapakah lama hadir seseorang wanita muda menempatkan minuman ke meja dengan penuh hormat. Wanita ini nyatanya pembantu, saya anggap keponakan atau bagian keluarga yang lain, karena begitu ?trendi? style bajunya untuk seseorang pembantu. Benar-benar saya tidak menyangka sambutan yang demikian ramah.


Menurut cerita yang saya dengar, orang Jakarta populer individualis, tidak ramah dengan orang asing, antar tetangga tidak sama-sama mengenal. Tetapi wanita barusan, isteri Oomku, Tante Yani namanya (?Panggil saja Tante,? tuturnya akrab) ramah, cantik .


Pasti sebab saya telah dikenalkannya oleh Oom Ton. Saya dikasih kamar sendiri, meskipun cukup di belakang tetapi masih di dalam rumah penting, dekat sama ruangan keluarga. Kamarku ada AC-nya, memang semua ruangan yang berada di rumah penting ber-AC. Ini satu kemewahan bagiku.


Dipanku ada kasur yang empuk serta selimut tebal. Meskipun AC-nya cukup dingin, rasa-rasanya saya tidak membutuhkan selimut tebal itu. Mungkin saya cukup memakai sprei putih tipis yang di almari itu untuk selimut.


Rumah di desaku cukup dingin sebab terletak di kaki gunung, saya tidak sudah pernah gunakan selimut, tidur di dipan kayu cuma beralas tikar. Saya dikasih ?wewenang? untuk mengendalikan kamarku sendiri. Saya masih merasakan canggung ada di dalam rumah elegan ini. Petang itu saya tidak tahu apa yang harus kukerjakan.


Usai beres-beres kamar, saya cuma bengong saja di kamar. ?Too, sini, jangan ngumpet saja di kamar,? Tante memanggilku. Saya ke ruangan keluarga. Tante sedang duduk di sofa tonton TV. ?Telah lapar, To ?? ?Belum Tante.? Sore barusan saya makan kue-kue yang disiapkan Si Mar. ?Kita nunggu Oom Ton ya, kelak kita makan malam bersama.? Oom Ton pulang kantor seputar jam 19 melalui. ?Selamat malam, Oom,? sapaku. ?Eh, Ini Tarto ? Sudah gede kamu.? ?Iya Oom.? ?Bagaimana beritanya Mas Kardi serta Yu Siti,? Oom bertanya ayah serta ibuku. ?Baik-baik saja Oom.? Di meja makan Oom banyak menceritakan mengenai gagasan sekolahku di Jakarta.


Saya akan didaftarkan ke SMA Negeri yang dekat rumah. Saya disuruh untuk jaga rumah karena Oom terkadang harus ke Bandung atau Surabaya mengurus bisnisnya. ?Iya, saya terkadang takut engga ada lelaki di dalam rumah,? timpal Tante. ?Berapakah umurmu saat ini, To ?? ?Dua bulan saya 16 tahun, Oom.? ?Badanmu engga sesuai dengan umurmu.? *** Hari-hari baruku diawali. Saya diterima di SMA Negeri 26 Tebet, tidak jauh dari rumah Oom serta Tanteku.


Ke sekolah cukup berjalan kaki. Saya memanglah belum seutuhnya bisa melepas kecanggunganku. Pikirkan, orang udik yang kuper tamatan ST (satu tingkat SLTP) saat ini sekolah di SMA metropolitan. Kawan sekolah yang umumnya lelaki selalu, sekarang banyak rekan wanita, serta beberapa salah satunya cantik-cantik. Cantik ? Ya, semenjak saya di Jakarta ini jadi tahu mana wanita yang dipandang cantik, tentu saja menurut ukuranku.


Serta tanteku, Tante Yani, isteri Oom Ton menurutku paling cantik, dibanding dengan teman-teman sekolahku, dibandingkan dengan tante samping kiri rumah, atau gadis (mahasiswi ?) tiga rumah ke kanan. Secepatnya kuusir bayangan muka tanteku yang mendadak ada. Tidak baik memikirkan muka tante sendiri.


Biasanya rekan-rekan sekolahku baik, meskipun terkadang mereka memanggilku ?Jawa?, atau meledek langkah bicaraku yang mereka ucap ?medok?. Tidak apalah, tetapi saya meminta mereka panggil saja Tarto. Alasanku, jika menyebut ?Jawa?, toh orang Jawa di sekolah itu tidak cuma saya. Mereka pada akhirnya ingin terima usulanku.


Terus jelas saya di kelas jadi cepat popular, bukan lantaran saya pintar berkawan. Dibanding rekan satu kelas tubuhku tertinggi serta terbesar. Bukan sombong, saya termasuk juga murid yang pandai. Saya memang serius jika belajar, kegemaranku membaca mendukung pengetahuanku.


Kegemaranku membaca berikut yang mendorongku bongkar-bongkar isi rack buku di kamarku di satu siang pulang sekolah. Rack buku ini punya Oom Ton. Nah, antara tumpukan buku, saya temukan selembar majalah bergambar, namanya Populer. Rupanya penemuan majalah berikut adalah titik awalku belajar mandiri mengenai wanita.


Tidak sendiri sebenarnya, karena ada ?guru? yang diam-diam membimbingku. Nantinya di masa datang saya baru mengetahui mengenai ?guru? itu. Majalah itu banyak berisi beberapa gambar wanita yang bagus, tujuannya bagus kualitas fotonya serta modelnya. Dengan berdebar-debar satu-satu kutelusuri halaman untuk halaman.


Ini memang majalah hiburan spesial pria. Semua mode yang nampang di majalah itu bajunya terbuka serta seronok. Ada yang gunakan rok demikian pendeknya hingga hampir semua pahanya kelihatan, serta mulus. Ada yang gunakan blus rendah serta membungkuk menunjukkan sisi belahan buah dada. Serta, ini yang membuat jantungku keras berdegup : menggunakan T-shirt yang basah sebab disiram, sesaat dalamnya tidak ada apa-apa .


Samar-samar bentuk sepasang buah kembar terlihat. Oh, ini tho bentuk badan wanita. Dasarnya saya benar-benar jarang-jarang bertemu wanita. Jika ketemu-pun wanita desa atau embok-embok, serta yang saya lihat cuma sisi muka. Bagaimana saya tidak deg-deg-an baru pertama-tama lihat gambar badan wanita, meskipun cuma gambar paha serta beberapa atas dada. Semenjak bertemu majalah Populer itu saya jadi lain bila melihat wanita rekan kelasku.


Bukan sekedar mukanya yang kulihat, tetapi kaki, paha serta dadanya ?kuteliti?. Si Rika yang sampai kini saya nilai mukanya cukup serta putih, jika dia duduk menyilangkan kakinya nyatanya mempunyai paha mulus cukup seperti photo di majalah itu. Hanya beberapa paha bawah saja yang terlihat, tetapi cukup membuatku tegang. Ya tegang. ?Adikku? jadi keras! Sebenarnya penisku jadi tegang itu biasa tiap pagi.


Tetapi ini tegang sebab lihat paha mulus Rika ialah pengalaman baru bagiku. Sayangnya dada Rika tipis-tipis saja. Yang dadanya besar si Ani, demikian mencolok ke depan. Memang dia dikit cukup gemuk. Saya seringkali mengambil pandang ke belahan kemejanya. Dari samping kadang terbuka dikit menunjukkan sisi dadanya di samping kutang.


Walaupun kelihatan dikit cukup membuatku ?ngaceng?. Sayangnya, kaki Ani tidak demikian bagus, cukup besar. Saya lalu memikirkan bagaimana bentuk dada Ani sepenuhnya, ah ngaceng ! Atau si Yuli. Badannya biasa saja, paha serta kaki cukup berupa,


dadanya mencolok lumrah, tetapi saya suka lihat mukanya yang manis, ditambah lagi senyumnya. Satu , jika dia menceritakan, tangannya turut ?repot?. Maksudku terkadang mencubit, menepuk, memukul, serta, inilah, semua roknya berpotongan cukup pendek. Ah, saya saat ini punyai ?wacana? lain jika melihat rekan-rekan cewe. Ah! Tante Yani! Ya, mengapa sampai kini saya belum ?lihat lewat cara lain?? Mungkin sebab dia isteri Oomku, orang yang saya hormati, yang membiayai hidupku, sekolahku.


Mana berani saya ?menggodanya? walau cuma dari langkah melihat. Sampai detik ini saya lihat Tante Yani jadi : mukanya putih bersih serta cantik. Tetapi basic setan tetap merayu manusia, bagaimana tubuhnya ? Ah, saya jadi pengin secepatnya pulang sekolah untuk ?mempelajari? Tanteku. Jangan ah, saya menghargai Tanteku. Aduh! Mengapa ini ? Apanya yang ini ? Tante Yani! Seperti biasa, jika pulang saya masuk dari pintu pagar langsung ke garasi, lalu masuk dari pintu samping rumah ke ruangan keluarga di tengahnya rumah.


Melalui ruangan keluarga, dikit ke belakang sampai ke kamarku. Isi ruangan keluarga ini bisa kugambarkan : di tengahnya terhampar karpet tebal yang empuk yang biasa dipakai tante untuk membaca sekalian rebahan, atau sedang dipijit Si Mar jika habis senam. Cukup di belakang ada satu set sofa serta pesawat TV di seberangnya.


Pada saat melalui ruangan keluarga, saya menemui Tante Yani duduk di kursi dekat TV menyilang kaki sedang merajut, kenakan pakaian mode kimono. Duduknya persis si Rika barusan pagi, hanya kaki Tante tambah lebih indah dari Rika.


Putih, bersih, panjang, di betis bawahnya dihiasi bulu-bulu halus ke atas sampai paha. Ya, paha, lewat cara duduk menyilang, tanpa ada diakui Tante belahan kimononya terungkap sampai ke sisi paha cukup atas. Tanpa ada menyengaja juga saya jadi tahu jika tante mempunyai paha tidak hanya putih bersih berbulu lembut.


Sesaat saya terkesima, serta kembali lagi tegang. Untung saya cepat sadar serta untung Tante demikian asik merajut hingga tidak lihat tingkah keponakannya yang dengan kurang ajar ?mengecek? pahanya. Ah, kalut. Sebetulnya tidak sekali ini saya lihat Tante menggunakan kimono.


Mengapa saya barusan terangsang mungkin sebab ?penghayatan? lainnya, dikarenakan majalah itu. Usai makan ada dorongan saya ingin ke ruangan tengah, melanjutkan ?penelitianku? barusan. Saya ada fakta lain tentunya, tonton TV swasta, hal baru bagiku.


Mungkin saya mulai kurang ajar : ambil sikap duduk di sofa tonton TV pas di muka Tante, searah-pandang jika memperhatikan pahanya! ?Bagaimana sekolahmu barusan To ?? bertanya Tante mendadak yang sudah sempat membuatku terkejut karena sedang memerhatikan bulu-bulu kakinya. ?Biasa saja Tante.? ?Biasa bagaimana ? Ada kesusahan engga ?? ?Engga Tante.? ?Sudah banyak bisa kawan ?? ?Banyak, kawan sekelas.? ?Jika kamu pengin main lihat-lihat kota, silahkan saja.? ?Terima kasih, Tante. Saya belum ingat angkutannya.? ?Harus dicoba, yah nyasar-nyasar sedikit engga apa-apa, toh kamu paham.kamu mengerti jalan pulang.? ?Iya Tante, mungkin hari Minggu saya akan coba.? ?Jika butuh apa-apa, uang jajan contohnya atau butuh beli apa, ngomong saja sama Tante, engga perlu malu-malu.? Bagaimana kurang lebih baiknya Tanteku ini, keponakannya saja yang nakal.


Nakal ? Ah ?kan hanya dalam pemikiran saja, juga cuma ?mempelajari? kaki yang tanpa ada menyengaja kelihatan, apa kelirunya. ?Terima kasih Tante, uang yang tempo hari masih ada kok.? ?Memang kamu engga jajan di sekolah ?? Berdesir darahku. Sekalian ucapkan ?jajan? barusan Tante merubah tempat kakinya hingga sesaat, tidak sampai sedetik, sudah sempat kelihatan warna merah jambu celana dalamnya! Saya berupaya keras menentramkan diri. ?Jajan sich, cuma makanan dan minuman kecil.? Akupun ikutan merubah tempat, ada suatu yang mengganjal di celanaku. Untung Tante tidak memerhatikan pergantian wajahku. Selama siang hari ini saya bukanlah tonton TV.


Mataku seringkali mengarah Tante, khususnya sisi bawahnya! Hari-hari selanjutnya tidak ada insiden spesial. Teratur saja, sekolah, makan siang, tonton TV, kadang-kadang melirik kaki Tante. Oom Ton pulang kantor tetap malam hari. Waktu bertemu Oomku cuma pada makan malam, bertiga. Si Luki, anak lelakinya 4 tahun umumnya telah tidur.


Jika Luki telah tidur, Tinah, pengasuhnya pamitan pulang. Pada acara makan malam hari ini, sebenarnya saya punyai peluang untuk nikmati? (hanya dengan mata) paha mulus berbulu Tante, karena malam hari ini dia menggunakan rok pendek, umumnya menggunakan daster.


Tetapi mana berani saya memandang panorama indah ini di muka Oom. Begitu bahagianya mereka menurut pandanganku. Oom tamat sekolahnya, punyai usaha sendiri yang sukses, punyai isteri yang cantik, putih, mulus. Anak cuma satu. Punyai sopir, seseorang pembantu, Si Mar serta seseorang baby sitter Si Tinah. Sopir serta baby sitter tidak bermalam, cuma pembantu yang punyai kamar di belakang.


Praktis Tante Yani banyaknya waktu luang. Anak ada yang mengasuh, pekerjaan rumah tangga beres ditangan pembantu. Oh iya, ada seseorang , pengurus taman biasa di panggil Mang Karena, telah cukup tua yang hadir setiap saat, tidak setiap hari.


Keesokkan harinya ada insiden ?penting? yang butuh kuceritakan. Pagi-pagi saat saya sedang membuat buku-buku yang akan kubawa ke sekolah, ada beberapa lembar halaman yang mungkin lepasan atau sobekan dari majalah luar negeri terselip antara buku-buku pelajaranku.


Saya belum memperhatikan lembaran itu, sebab cepat-cepat ingin pergi takut telat. Di sekolah pikiranku sudah sempat terusik ingat sobekan majalah berbahasa Inggris itu, punya siapa ? Barusan pagi selintas kulihat ada gambarnya wanita cuma menggunakan celana jean tidak berpakaian. Berikut yang mengganggu pikiranku. Sudah sempat kubayangkan, bagaimana jika Ani cuma menggunakan jean.


Kaki serta pahanya yang kurang bagus tertutup, sesaat bulatan dadanya yang besar kelihatan jelas. Ah.. nakal kamu To! Pulang sekolah tidak seperti biasa saya tidak langsung ke meja makan, tetapi ngumpet di kamarku. Pintu kamar kukunci serta mulai memperhatikan sobekan majalah itu. Ada 4 lembar, umumnya tulisan yang tentunya tidak kubaca. Saya belum memahami Bahasa Inggris.


Di tiap sudut bawah lembaran itu tercatat: Penthouse. Langsung ke gambar. Gemetaran saya dibuatnya. Wanita bule, berfoto membusungkan dadanya yang besar, putih, mulus, serta terbuka semuanya! Paha serta kakinya walau tertutup jean ketat, tetapi punyai bentuk yang indah, panjang, persis kaki punya Tante. Hah, mengapa saya jadi memperbandingkan dengan badan Tante ? Perduli sangat, tetapi itu yang teringat. Mengapa saya ucap insiden penting, sebab baru sekaranglah saya tahu bentuk utuh sepasang buah dada, walau cuma dari photo.


Bundar, ditengah-tengah ada bulatan kecil warna coklat, serta di tengahnya bulatan ada ujungnya yang mencolok keluar. Selekasnya saja tubuhku berreaksi, penisku tegang, dada berdebar-debar. Halaman selanjutnya membuatku lemas, mungkin belum makan. Masih wanita bule tadi tetapi saat ini di close-up. Buah dadanya semakin jelas, sampai ke pori-porinya. Ini kesempatanku untuk ?pelajari? anatomi buah kembar itu. Dari atas kulit itu bergerak naik, sampai puting yang disebut puncaknya, setelah itu turun ?membulat?. Ya, beginilah bentuk buah dada wanita. Putingnya, apa tetap mencolok keluar seperti menunjuk ke depan ? Jawabannya baru mengetahui nantinya masa datang saat saya ?praktik?.


Mendadak terbersit pemikiran nakal, Tante Yani! Bagaimana ya bentuk buah dada Tanteku itu ? Ah, mengapa sampai kini saya tidak memperhatikannya. Asik lihat ke bawah terus sich! Memang kesempatannya baru lihat paha. Kimono Tante saat itu, jika tidak salah, tertutup sampai di bawah lehernya. Tetapi ?kan dapat lihat bentuk luarnya. Ah, memang mataku tidak sampai kesitu. Lihat bentuk paha serta kaki cewe bule ini seperti punya Tante, saya rasa bentuk dadanyapun tidak jauh berlainan, demikian saya coba memprediksi.


Sangat banyak saya berbicara dengan diri kita mengenai buah dada. Sangat banyak pertanyaan yang bersumber pada pertanyaan pokok : Bagaimana bentuk buah dada Tanteku yang cantik itu ? Untungnya, atau celakanya, pertanyaanku itu selekasnya mendapatkan jawaban, di meja makan. Di pertengahan makan siangku, Tante ada spesial. Kenakan baju-mandi, pakaian seperti kimono tetapi pendek berbahan seperti handuk tetapi lebih tipis warna putih serta ada pengikat di pinggangnya. Tante terlihat lain siang itu, fresh, cerah.


Keliatannya baru usai mandi serta keramas, karena rambutnya diikat handuk ke atas seperti ikat kepala beberapa syeh. ?Oh, kamu telah pulang, engga kedengaran masuknya,? sapanya ramah sekalian berjalan ke arah ke tempatku. ?Dari barusan Tante,? jawabku singkat. Dia berhenti, berdiri tidak jauh dari dudukku. Ke-2 tangannya ke atas mengatur handuk di rambutnya.


Tempat badan Tante yang beginilah memberikan jawaban atas pertanyaanku barusan. Mengagumkan! Besar buah dada Tante ini, sama seperti perkiraanku barusan, memiliki bentuk seperti punyai cewe bule di Penthouse barusan. Walau saya memandangnya masih ?terbungkus? baju-mandi, tetapi jelas jalurnya, bundar mencolok ke depan. Dibagian kanan pakaian mandinya rupanya ada yang basah, ini semakin menegaskan bentuk buah indah itu.


Samar-samar saya dapat lihat lingkaran kecil di tengahnya. Setelah mandi kemungkinan cuma baju-mandi itu saja yang membungkus tubuhnya saat ini. Bawahnya saya tidak tahu. Bawahnya! Ya, saya lupakan pahanya. Selekasnya saja mataku turun.


Sekarang lebih jelas, bulu-bulu lembut di pahanya seperti ditata, berbaris rapi. Ah saya saat ini terpikat buah dada. Pandanganku ke atas . Semoga dia tidak melihatku melahap (dengan mata) tubuhnya. Memang dia tidak memperhatikanku, pandangannya mengarah lain terus asik membereskan rambutnya. Tetapi saya tidak dapat begitu lama ini, selain takut diketahui, apalagi saya ?kan sedang makan. Kuteruskan makanku. Bagaimana reaksi tubuhku, sulit dikisahkan. Yang pasti kelaminku tegang mengagumkan.


Mendadak dia menarik kursi makan di sebelahku serta duduk. Ah, wangi tubuhnya terhirup olehku. ?Makan yang banyak, lebih tuch ayamnya.? Bagaimana ingin makan banyak, jika ?terganggu? semacam ini. Saya menyetujui saja. Rupanya ?masalah nikmat? belum usai. Saya duduk menghadap ke utara. Di dekatku duduk si Badan-sintal yang habis mandi, menghadap ke timur. Saya bebas lihat tubuhnya dari samping kiri. Dia tundukkan kepalanya serta mengurai rambutnya ke depan.


Dengan tempat semacam ini, tubuh cukup membungkuk ke depan serta hanya satu pengikat pakaian berada di pinggang, dengan langsung pakaian mandinya terbelah serta memperlihatkan panorama yang bukan main. Buah dada kirinya bisa kulihat dari samping dengan jelas. Ampun.. putihnya, serta membulat. Jika saya merubah kepalaku cukup ke kiri, mungkin saya dapat lihat putingnya.


Tetapi ini sich diketahui sekali. Jangan pernah. Begitu tersiksanya saya siang hari ini. Tersiksa tetapi nikmat! Oh Tuhan, jangan sampai saya Kau berikan siksa yang ini. Saya cemas tidak mampu meredam diri. Rasanya tanganku ingin menelusup ke belahan pakaian mandi ini lalu meremas buah putih itu? Jika itu berlangsung, bisa-bisa saya dipulangkan, serta hilanglah kesempatanku mencapai hari esok yang lebih baik. Apa yang kubilang pada ayahku ? Bisa kupastikan dia geram besar, serta berarti, kiamat bagiku.


Untung, atau apesnya, Tante cepat bangun ke arah ke kamar sekalian menukas: ?Lanjutkan ya makannya.? ?Ya Tante,? sahutku masih gemetaran. Aah., saya temukan suatu . Saya memperhatikan Tante berjalan ke kamarnya dari belakang, pergerakan pinggulnya indah sekali. Pinggul yang tidak demikian lebar, tetapi pantatnya demikian mencolok ke belakang. Badan baik, memang. Malamnya saya diminta makan duluan sendiri. Tante menanti Oom yang telat pulang malam hari ini. Masih teringat insiden tadi siang bagaimana saya nikmati panorama dada Tante yang membuat saya tidak demikian nafsu makan. Mendadak saya dikagetkan oleh kehadiran Tante yang ada dari kamarnya.


Masih kenakan baju-mandi tadi, rambutnya masih diikat handuk. Langsung dia duduk disebelahku persis di kursi tadi. Belum habis rasa kagetku, mendadak juga dia geser serta duduk di pangkuanku! Pikirkan pembaca, bagaimana nervous-nya saya. Yang pasti penisku langsung mengeras rasakan tindihan pantat Tante yang padat. Disisihkannya piringku, menggenggam tangan kiriku serta dituntunnya menyelusup ke belahan baju-mandinya. Saya tidak menyiakan peluang emas ini. Kuremas dadanya dengan gemas.


Hangat, padat serta lembut. Tantepun menggoyang pantatnya, berasa enak di kelaminku. Goyangan semakin cepat, saya jadi merasakan geli di ujung penisku. Rasa geli semakin bertambah serta bertambah, serta .. Aaaaah, saya rasakan nikmat yang tidak pernah kualami, serta eh, ada suatu berasa keluar bersamaan rasa nikmat barusan, seperti pipis serta? saya terjaga. Sialan! Hanya mimpi rupanya. Waktu mengimpikan Tante, saya jadi malu sendiri. Insiden tadi siang demikian membekas sampai terikut mimpi. Eh, celanaku basah. Tidak mungkin saya ngompol. Lalu apa dong ? Secepatnya saya check. Memang saya ngompol! Tetapi nantikan dahulu, kok airnya lain, lengket-lengket cukup kental.


Ah, mengapa juga saya ini ? Apa yang berlangsung denganku ? Esok coba saya bertanya pada Oom. Edan apa! Jangan sama Oom dong. Lalu bertanya pada Tante, tidak mungkin saja. Coba ada Mas Joko, kakak kelasku di ST dahulu. Mungkin rekan sekolahku ada yang tahu, esok saya tanyakanlah. *** Esoknya saya katakan hal tersebut pada Dito rekan paling dekat. Tentunya kisahnya saya modifikasi, bukan Tante yang duduk di pangkuanku, tetapi ?satu orang yang tidak kukenal?. ?Kamu baru alami semalam ?? ?Ya, semalam.? ?Telat sekali.


Saya telah alami pada saat kelas 2 SMP, dua tahun kemarin. Itu namanya mimpi basah.? ?Mimpi basah ?? ?Ya. Itu pertanda kamu mulai dewasa, telah aqil-baliq. Lho, emangnya kamu tidak pernah dengar ?? Malu saya disebut telat serta belum mengetahui mimpi basah. Dan juga ada rasa dikit bangga, saya mulai dewasa! ?Rupanya kamu tubuh saja yang gede, pemikiran masih beberapa anak.? Ah agar saja.


Beberapa waktu sebelum mimpi basah itu toh saya telah ?meresapi? wanita jadi orang dewasa! ?Kamu punyai pacar ?? ?Engga.? ?Atau sudah pernah pacaran ?? ?Engga juga. ? ?Pantesan telat jika demikian. Waktu kelas 3 SMP saya punyai pacar, rekan sekelas. Enak deh, sekolah jadi semangat.? ?Jika pacaran ngapain saja sich ?? tanyaku lugu. Memang benar saya belum mengetahui mengenai pacaran. Mengenai wanitapun saya baru mengetahui kemarin. ?Ha.. ha.. ha.! Kampungan lu! Ya bergantung orangnya. Jika saya sich paling-paling ciuman, raba-raba, sudah.


Jika si Ricky kelewatan, sampai pacarnya hamil.? Ciuman, raba-raba. Saya sudah pernah lihat orang ciuman di filem TV, enak keliatannya, tidak pernah saya memikirkan. Jika meraba, sudah pernah kubayangkan meremas dada Tante. ?Hamil ?? Pelajaran baru nih. ?Ada pula yang sampai ?begitu? tetapi engga hamil. Engga tahu saya triknya bagaimana.? ?Begitu bagaimana ?? ?Kamu benar-benar engga tahu ?? Lalu dia narasi bagaimana jalinan kelamin itu. Dengan bisik-bisik tentu saja. Saya jadi tegang. Pantaslah saya disebut kampungan, memang benar-benar baru mengetahui sekarang ini.


Kelamin lelaki masuk ke kelamin wanita, keluar bibit manusia, lalu hamil. Bibit! Kemungkinan yang keluar dari kelaminku tadi malam ialah bibit manusia. Bagaimana mungkin kelaminku sebesar ini dapat masuk ke lubang pipis wanita ? Sebesar apa lubangnya, serta dimana ? Yang sudah pernah saya lihat kelamin wanita itu kecil, berupa segitiga terbalik serta ada belahan kecil di ujung bawahnya. Tetapi yang kulihat dahulu itu di desa ialah kelamin beberapa anak wanita yang sedang mandi di pancuran. Kelamin wanita dewasa benar-benar saya tidak pernah lihat.


Bagaimana memiliki bentuk ya ? Mungkin segitiganya semakin besar. Ah, pikiranku begitu jauh. Ciuman saja dahulu. Saya sama pendapat dengan Dito, jika pacaran ciuman serta raba-raba saja. Saya jadi ingin pacaran, tetapi siapa yang ingin pacaran sama saya yang kuper ini ? Ya dicari dong! Si Rika, Ani atau Yuli ? Siapa sajalah, asal ingin jadi pacarku, buat ciuman serta diraba-raba. Kelihatannya enak. Dalam perjalanan pulang saya memikirkan bagaimana kalau saya pacaran sama Rika. Pahanya yang cukup mulus enak dielus-elus.


Tanganku terus ke atas buka kancing pakaiannya, lalu menyelusup serta? sopir Bajaj itu memaki-maki membuyarkan lamunanku. Tanpa ada sadar saya berjalan begitu ke tengah. Dibalik kutang Rika cuma sedikit ada benjolan, tidak ada ?pegangan?, kurang enak ah. Mendadak Rika beralih jadi Ani. Melamun itu memang enak, dapat kita mengatur seenak kita. Saat buka kancing pakaian Ani saya mulai tegang. Kususupkan empat jariku ke balik kutang Ani. Nah ini, montok, keras walaupun tidak demikian halus. Telapak tanganku tidak cukup buat ?menyimpan? dada Ani. Saya berhenti, menanti lampu penyeberangan menyala hijau. Sampai di seberang jalan kusambung khayalanku.


Ani sudah menjadi Yuli. Anak ini memang manis, ditambah lagi jika tersenyum, bibirnya indah, paling tidak menurutku. Saya mulai mendekatkan mulutku ke bibir Yuli yang setelah itu buka mulutnya dikit, sama seperti di film TV tempo hari. Kamipun berciuman lama. Kancing pakaian seragam Yulipun mulai kulepas, dua kancing dari atas saja cukup. Kubayangkan, walau di luar dada Yuli mencolok biasa, tidak kecil serta tidak besar, nyatanya dadanya besar juga. Kuremas-remas sepuasnya sampai datang di muka rumah. Saya kembali pada dunia riil. Masuk lewat pintu garasi seperti biasa, buka pintu tengah sampai ke ruangan keluarga.


seperti biasa jika merasakan Tante sedang membaca majalah sekalian rebahan di karpet, atau merajut, atau sebatas tonton TV di ruangan keluarga. Yang tidak biasa ialah, ke-2 bukit kembar itu. Tante membaca sekalian tengkurap menghadap pintu yang sedang kumasuki. Tempat punggungnya masih tegak dengan bertopang pada siku tangannya. Kenakan daster dengan potongan dada rendah, rendah sekali. Inipun tidak biasa, atau sebab saya jarang-jarang memerhatikan sisi atas.


Tidak ayal , ke-2 bukit putih itu hampir semuanya terlihat. Belahannya jelas, sampai urat-urat lembut cukup kehijauan di ke-2 buah dada itu samar-samar terlihat. Saya tidak melepaskan peluang emas ini. Tante lihat sesaat ke arahku, senyum sesaat, terus membaca . Akupun berjalan sangat perlahan-lahan sekalian mataku tidak terlepas dari panorama sangat indah ini? Hampir komplet saya ?pelajari? badan Tanteku ini. Muka serta ?elemen?nya mata, alis, hidung, pipi, bibir, semua indah yang membuahkan : cantik.


Meskipun disaksikan sesaat, ditambah lagi begitu lama. Paha serta kaki, panjang, semua putih, mulus, berbulu halus. Pinggul, walau baru lihat dari memiliki bentuk saja, tidak demikian lebar, seimbang, dengan pantat yang mencolok bundar ke belakang. Pinggang, demikian sempit serta perut yang rata. Ini cuma di luar. Serta yang paling akhir buah dada. Cuma puting ke bawah saja yang belum saya lihat langsung. Jika wilayah pinggul, sisi depannya saja yang saya belum dapat memikirkan.


Memang saya tidak pernah memikirkan, ditambah lagi lihat kelamin wanita dewasa. Saya masih ingin tahu pada yang satu ini. Keesokkan harinya, siang-siang, Dito memberikan sampul warna coklat cukup besar, dengan sembunyi-sembunyi. “Nih, buat kamu” “Apa nih ?” “Simpan saja dahulu, lihatnya di dalam rumah, Hati-hati” Saya semakin ingin tahu. “Lanjutan pelajaranku tempo hari. Beberapa gambar asyik” bisiknya.


Sampai di dalam rumah saya punya niat langsung masuk kamar untuk mengecek benda pemberian Dito. Tantemembaca di karpet, kesempatan ini terlentang, kenakan daster dengan kancing ditengah-tengah membelah badannya dari atas ke bawah. Kancingnya yang terbawah terlepas satu yang menyebabkan beberapa pahanya terlihat, putih. “Suguhan” yang nikmat sebetulnya, tetapi kunikmati cuma sesaat saja, pikiranku sedang tertuju ke sampul coklat. Dengan tidak sabaran kubuka sampul itu, setelah menutup pintu kamar, tentu saja.


Wow, gambar wanita bule telanjang bundar! Kelihatannya ini lembaran tengah satu majalah, karena gambarnya penuhi dua halaman penuh. Wanita bule berrambut coklat berbaring terlentang dalam tempat tidur. Selekasnya saja saya mengeras. Buah dadanya besar bundar, putingnya kembali lagi mencolok ke atas warna coklat muda. Perutnya halus, serta inilah, kelaminnya! Benar-benar beda jauh dengan apa yang sampai kini kuketahui. Saya tidak temukan “segitiga terbalik” itu. Dibawah perut itu ada rambut-rambut halus keriting. Ke bawah , lho apa ini ? Samping kaki cewe itu dilipat hingga lututnya ke atas serta sampingnya menjuntai di tepi ranjang menunjukkan selangkangannya.


Berikut rupanya lubang itu. Memiliki bentuk demikian “rumit”. Ada daging berlipat di kanan kirinya, ada benjolan kecil di ujung atasnya, lubangnya ditengah-tengah terbuka dikit. Mungkin disini tempat masuknya kelamin lelaki. Tetapi, mana cukup ? Oo, seperti berikut rupanya bentuk kelamin wanita dewasa. Mendadak pemikiran nakalku kumat : ini jugakah punyai Tante? Pertanyaan yang pasti tidak mungkin memperoleh jawaban! Bagaimana dengan punyai Rika, Ani, atau Yuli? Sama susahnya untuk memperoleh jawaban. Lupakan saja. Nantikan dahulu, mungkin Si Mar pembantu itu dapat memberi “jawaban”. Orangnya penurut, sekurang-kurangnya ia tetap taat pada perintah majikannya, terhitung saya.


Bahkan juga dahulu itu tanpa ada saya meminta membantuku beres-beres kamarku, dengan suka juga. Orangnya gesit serta ramah. Tidaklah terlalu buruk, tetapi bersih. Jika telah rias sore hari bercakap dengan pembantu samping, orang tidak menduga jika dia pembantu. Dahulu waktu pertama-tama ketemupun saya tidak menduga jika dia pembantu. Tiap pagi dia menyapu serta mengepel semua lantai, terhitung lantai kamarku. Terkadang saya sudah sempat memerhatikan pahanya yang terungkap pada saat ngepel, bersih juga. Yang pasti dia periang serta dikit genit.


Tetapi waktu kusuruh dia buka celana dalamnya “Coba Mar saya pengin lihat punyamu, sama engga dengan yang di majalah” Edan!. Jangan langsung demikian, pacari saja dahulu. Ah, pacaran kok sama pembantu. Apa kelirunya? daripada tidak pacaran benar-benar. Okey, tetapi bagaimana ya langkah mengawalinya ? Ah, basic kuper! Saya bertambah memerhatikan Si Mar. Mungkin dia satu tahun atau dua tahun lebih tua dariku, seputar 18 lah. Mukanya biasa saja, bersih serta tetap cerah, kulit cukup kuning, dadanya tidak demikian besar, tetapi telah berupa.


Paha serta kaki bersih. Mulai ini hari saya bertekat untuk mulai merayu Si Mar, tetapi harus berhati-hati, jangan pernah diketahui oleh siapa saja. Seperti hari-hari yang lain dia bersihkan kamarku saat saya sedang sarapan. Pagi hari ini saya menyengaja tunda makan pagiku menanti Si Mar. Tante masih berada di kamarnya. Si Mar masuk tetapi ingin keluar saat lihat saya ada di kamar. “Masuk saja mbak, engga apa-apa” kataku sekalian pura-pura repot mengatur buku-buku sekolah. Masuklah ia serta mulai bersih-bersih. Tanganku terus repot berbenah sesaat mataku memandangnya terus. Sepasang pahanya terlihat, biasa sich lihat pahanya, tetapi kesempatan ini lain. Karena saya memikirkan apa yang berada di ujung atas paha itu. Saya mengeras. Selintas terlihat belahan dadanya waktu dia membungkuk-bungkuk ikuti irama ngepel.


Mendadak dia melihatku, mungkin merasakan saya lihat terus. “Kenapa, Mas” Terkejut saya. “Ah, engga. Apa mbak engga cape setiap hari ngepel” “Mula-mula sich lelah, semakin lama biasa, memang sudah kerjaannya” jawabnya cerah. “Udah berapakah lama mbak kerja di sini ?” “Udah dari kecil saya di sini, sudah 5 tahun” “Betah ?” “Betah dong, Ibu sangat baik, engga sudah pernah geram. Mas darimanakah sich aslinya ?”Tanyanya mendadak. Kujelaskan asal-usulku. “Oo, engga jauh dong dari desaku. Saya dari Cilacap” Kerjaannya usai. Saat akan keluar kamar saya berterima kasih. “Tumben.” Tuturnya sekalian ketawa kecil. Ya, tumben umumnya saya tidak katakan apa-apa. *** “Mana, yang tempo hari ?” Dito minta gambar cewe itu. “Lho, tuturnya buat aku” “Jangan dong, itu saya koleksi. Kembaliin dahulu entar saya pinjamin lainnya, lebih serem!” “Besok deh, kubawa” Sampai di dalam rumah Si Luki sedang bermain-main di taman sama pengasuhnya.


Sesaat saya turut main dengan anak Oomku itu. Tinah dikit lebih putih dibandingkan Si Mar, tetapi jangan dibanding dengan Tante, jauh. Orangnya pendiam, kurang menarik. Dadanya biasa saja, pinggulnya yang besar. Tetapi saya tidak menampik kalau dia ingin menunjukkan kepunyaannya. Intinya punya siapapun deh, Rika, Ani, Yuli, Mar, atau Tinah asal itu kelamin wanita dewasa. Ingin tahu saya pada “barang” yang satu itu. Ditambah lagi punya Tante, betul-betul satu anugerah jika saya “berhasil” memandangnya! Di ada Si Mar yang sedang tonton telenovela bikinan Brazil itu. Saya kurang senang, meskipun pemainnya cantik-cantik. Ceritanya berbelit-belit.


Duduk di karpet asal-asalan, kembali lagi pahanya terlihat. Rasa-rasanya si Mar ini semakin menarik. “Mau makan saat ini, Mas ?” “Entar saja lah” “Nanti katakan, ya. Agar saya siapin” “Tante mana mbak?” “Kan senam” Oh iya, hari ini Rabu, agenda senamnya. Satu minggu Tante senam 3x, Senin, Rabu serta Jumat. Saat saya usai ubah baju, saya ke ruangan keluarga, maksudku ingin memperhatikan Si Mar lebih jelas. Tetapi Si Mar secepatnya ke dapur mempersiapkan makan siangku. Agar sajalah, toh ada banyak peluang. Mengapa tidak ke dapur saja pura-pura membantu ? Akupun ke dapur. “Masak apa ini hari ?” Saya berbasa-basi. “Ada ayam panggang, oseng-oseng tahu, sayur lodeh, pilih aja” “Aku ingin semua” Candaku.


Ia ketawa renyah. Cukup buat kata pembukaan. “Sini saya bantu” “Ah, engga usah” Tetapi dia tidak melarang saat saya membantunya. Ih, pantatnya mencolok ke belakang walaupun pinggulnya tidak besar. Saya ngaceng. Kudekati ia. Ingin rasa-rasanya meremas pantat itu. Seringkali kusengaja sentuh badannya, seakan-akan tidak menyengaja. ‘Kan menolong ia. Dapat peluang tanganku sentuh pantatnya, sepertinya sich padat, saya tidak meyakini, hanya nyenggol sich. Mar tidak berreaksi. Pada akhirnya saya tidak tahan, kuremas pantatnya. Terkejut dia menolehku. “Iih, Mas To genit, ah” tuturnya, tetapi tidak protes. “Habis, badanmu bagus sih”. Saat ini saya meyakini, pantatnya memang padat. “Ah, biasa saja kok” Akupun bersambung, kutempelkan tubuh depanku ke pantatnya. Barangku yang telah mengeras berasa menekan pantatnya yang padat, meskipun terlapisi demikian lembar kain. Saya meyakini iapun rasakan kerasnya punyaku.


Bersambung , ke-2 tanganku kedepan ingin memeluk perutnya. Tetapi dihalaunya tanganku. “Ih, nakal. Sudah ah, makan dahulu sana!” “Iya deh makan dahulu, habis makan terus bagaimana ?” “Yeee!” sahutnya mencibir tetapi tidak geram. Tangannya berberes sesudah barusan berhenti sesaat kuganggu. Meskipun ingin tahu sebab aksiku terpotong, tetapi saya mendapatkan signal jika Si Mar tidak menampik kuganggu. Cuma tingkat mau-nya sampai sejauh mana, harus kubuktikan dengan beberapa aksi seterusnya! Kembali saya tunda sarapanku untuk “aksi selanjutnya” yang sudah kukhayalkan semalam. Saat dia sedang menyapu di kamarku, kupeluk dia dari belakang.


Sapunya jatuh, sesaat dia tidak berreaksi. Amboi ..dadanya berisi ! Jelas saya merasakan di tanganku, bulat-bulat padat. Setelah itu Si Marpun meronta. “Ah, Mas, jangan!” protesnya perlahan sekalian melirik ke pintu. Saya melepaskannya, cemas jika dia berteriak. Sabar dahulu, ada banyak peluang. “Terima kasih” kataku waktu dia mengambil langkah keluar kamar. Dia cuma mencibir memoncongkan mulutnya lucu. Mukanya masih cerah, tidak geram. Saat ini saya beberapa langkah semakin maju! *** Saya ingat janjiku ini hari untuk kembalikan photo porno punya Dito. Tetapi dimana photo itu ? Jangan-jangan ada yang mengambilnya. Saya meyakini benar tempo hari saya sisipkan antara buku Fisika serta Stereometri (ke-2 buku itu memang lebar, dapat menutupi). Nah inilah ada di buku Gambar.


Tentu ada satu orang yang mengalihkannya. Asumsinya, sebelum orang itu mengalihkan, pasti dia sudah sempat memandangnya. Mendadak saya kuatir. Siapa ya ? Si Mar, Tinah, atau Tante ? Atau lebih jelek , Oom Ton ? Saya jadi memikirkannya. Siapa saja orang rumah yang lihat photo itu, membuatku malu sekali! Yang penting, saya harus kembalikan ke Dito saat ini. Siangnya pulang sekolah saat saya masuk ke ruangan keluarga, Si Mar sedang memijit punggung Tante. Tante tengkurap di karpet, Si Mar naiki pantat Tante. Punggung Tante itu terbuka 100 persen, tidak ada tali kutang disana. Putihnya mak..! Si Mar secepatnya tutup punggung itu saat tahu mataku menelusuri kesana, sekalian melihatku dengan senyum penuh makna.


Sialan! Si Mar tahu benar kenakalanku. Saya masuk kamar. Hilang peluang nikmati punggung putih itu. Barusan pagi saya lupa bawa buku Gambar dikarenakan mengatur photo si Dito. Saya punya niat menyiapkan dari saat ini sekalian berupaya lupakan punggung putih itu. Suatu jatuh bersebaran ke lantai saat saya ambil buku Gambar. Saat itu juga dadaku berdebar kencang sesudah tahu apa yang jatuh barusan. Lepasan dari majalah asing. Di setiap sudut bawahnya tercatat “Hustler” edisi tahun kemarin. Satu serial photo sepasang bule yang sedang terkait kelamin! Ada tiga gambar, gambar pertama Si Cewe terlentang di ranjang buka kakinya sesaat Si Cowo berdiri diatas lututnya menggenggam alatnya yang tegang besar (seperti punyaku jika tegang hanya beda warna, punyaku gelap) tempelkan kepala penisnya ke kelamin Cewenya. Menurutku, ia menempelnya kok cukup ke bawah, dibawah “segitiga terbalik” yang penuh ditumbuhi rambut halus pirang.


Gambar ke-2, tempat Si Cewe masih sama cuma ke-2 tangannya menggenggam pundak si Cowo yang sekarang cenderung ke depan. Terlihat jelas separoh batangnya sekarang tenggelam di selangkangan Si Cewe. Lho, kok disana masuknya ? Kuperhatikan lebih saksama. Sepertinya ia “masuk” secara benar, sebab di samping jalan masuk barusan ada “yang berlipat-lipat”, persis gambar punya Dito tempo hari. Menurut bayanganku sampai kini, “seharusnya” masuknya penis cukup lebih ke atas. Baru mengetahui saya, khayalanku sampai kini nyatanya salah! Gambar ke-3, ke-2 kaki Si Cewe diangkat mengikat punggung Si Cowo. Tubuh mereka lengket berimpit serta tentunya alat Si Cowo telah semuanya terbenam di “tempat yang layak” terkecuali sepasang “telornya” saja menanti di luar.


Mulut lelaki itu menggigit leher wanitanya, sesaat telapak tangannya mendesak buah dada, ibujari serta telunjuk menjepit putting susunya. Gemetaran saya memperhatikan beberapa gambar ini berganti-gantian. Tanpa ada sadar saya buka resleting celanaku keluarkan milikku yang dari barusan sudah tegang. Kubayangkan punyaku ini separoh terbenam dalam tempat si Mar persis gambar ke-2. Kenyataanya memang saat ini telah separoh tenggelam, tetapi di tangan kiriku. Akupun mengikuti gambar ke-3, terbenam semuanya, gambar ke-2, 1/2, ke-3, semuanya..geli-geli nikmat… terus kugosok… semakin geli.. gosok .. makin geli… serta.. saya terbang di awan.. saya melepas sesuatu… hah.. cairan itu menebar ke sprei bahkan juga sampai bantal, putih, kental, lengket-lengket. Enak, enak seperti waktu mimpi basah. Sadar saya saat ini berada di kasur , beberapa menit waktu lalu saya masih melayang. He! Mengapa saya ini? Apa yang kulakukan ? Saya cemas. Berbenah. Lap sini lap sana. Kalut! Kurapikan celanaku, sesaat si Ia masih tegang serta berdenyut, masih ada yang menetes.


Saya menyesal, ada rasa bersalah, rasa berdosa atas apa yang barusan kulakukan. Saya tercenung. Beberapa gambar sialan itu yang mengakibatkan saya ini. Masturbasi. Arti aneh itu baru saya tahu dari temanku beberapa waktu selanjutnya. Si Dito mengatakan ‘ngeloco’. Aneh. Ada suatu lainnya kurasakan, keteganganku musnah. Pemikiran jadi cerah walau tubuh cukup lemas.. *** Satu hari itu saya jadi tidak semangat, ingat perbuatanku tadi siang. Rasa-rasanya saya sudah melakukan perbuatan dosa. Saya mempersalahkan diriku sendiri. Bukan salahku semuanya, saya coba bela diri. Beberapa gambar itu punyai dosa. Persisnya, pemilik gambar itu. Eh, siapa yang punyai ya ? Tiba-tiba ada dibalik buku-bukuku. Siapa yang menyimpan disana ? Ah, perduli sangat. Akan kumusnahkan. Saya janji tidak mengulanginya , tidak masturbasi . Perasaan semacam ini masih terikut sampai keesokkan harinya . Hingga kulewatkan peluang untuk meraba dada Mar seperti tempo hari.


Dia sudah memberikan lampu hijau untukku “tindaklanjuti”. Tetapi saya tidak semangat. Masih ada rasa bersalah. Hari selanjutnya saya “harus” tegang . Bukan lantaran Si Mar yang (menurutku) bersedia dijamah tubuhnya. Tetapi kembali lagi sebab Si Putih molek itu, Tante Yani. Siang itu saya pulang cukup awal, pelajaran paling akhir bebas. Sesaat saya layani Luki melempar-lempar bola di halaman, lalu masuk melalui garasi, seperti biasa. Hampir tidak sadarkan diri saya saat buka pintu ke arah ruangan keluarga. Tante berbaring terlentang, mukanya ditutupi majalah “Femina”, terdengar dengkur benar-benar halus serta teratur. Rupanya ketiduran setelah membaca. Kenakan baju-mandi seperti dahulu tetapi ini warna pink muda, rambut masih terbebat handuk. Nampaknya habis keramas, membaca terus ketiduran. Mode pakaian mandinya seperti yang warna putih itu, iris di muka serta cuma satu pengikat di pinggang. Jelas dia tidak menggunakan kutang, terlihat dari bentuk buah dadanya yang menjulang serta bundar, dan belahan dadanya semuanya kelihatan sampai ke bulatan bawah buah itu. Sepasang buah bundar itu turun-naik ikuti irama dengkurannya.


Tersebut berikut yang membuatku hampir tidak sadarkan diri. Kaki kirinya tertekuk, lututnya ke atas, hingga belahan bawah baju-mandi itu terbuang ke samping, memberikan “pelajaran” baru mengenai badan wanita, terutamanya punya Tante. Tidak ada celana dalam disana. Tanteku nyatanya punyai bulu lebat. Tumbuh menyelimutinya hampir semua “segitiga terbalik”. Berwarna hitam legam, halus serta mengkilat, tebal ditengah-tengah tipis di pinggir-pinggirnya. “Arah” tumbuhnya seakan ditata, dari tengah mengarah tepi dikit ke bawah kanan serta kiri.


Berlainan dengan yang di gambar, rambut Tante yang di sini lurus, tidak keriting. Wow, benar-benar “karya seni” yang indah sekali! Kelaminku tegang mengagumkan. Saya lihat seputar. Si Tinah sedang main dengan anak asuhannya di halaman depan. Si Mar di belakang, mungkin sedang menyetrika. Jika Tante sedang di ruangan ini, umumnya Si Mar tidak ke sini, terkecuali jika disuruh Tante memijit. Aman! Dengan muka tertutup majalah saya jadi bebas mempelajari kewanitaan Tante, terkecuali jika dia mendadak terjaga. Tetapi saya ‘kan siaga. Hampir tidak bersuara kudekati punya Tante.


Sekarang giliran sisi bawah rambut indah itu yang kecermati. Ada “daging berlipat”, ada tonjolan kecil warna pink, nampaknya lebih mencolok dibandingkan punya bule itu. Serta dibawah tonjolan itu ada “pintu”. Pintu itu demikian kecil, cukupkah punyaku masuk ke dalamnya ? Punyaku ? Enak saja! Memangnya lubang itu milikmu ? Bisa jadi saat ini saya melepas celanaku, mengarahkan ujungnya ke situ, persis gambar pertama, menggerakkan, seperti gambar ke-2, serta …Tiba-tiba Tante menggerakkan tangannya. Terbang semangatku. Jika ada cermin disana tentu saya dapat lihat wajahku yang pucat pasi. Dengkuran halus terdengar kembali.


Untung., pulas benar tidurnya. Sisi atas baju-mandinya jadi lebih terbuka sebab pergerakan tangannya barusan. Walau perasaanku tidak karuan, tegang, berdebar, nafas sesak, tetapi pikiranku masih waras tidak untuk buka resleting celanaku. Dapat amburadul waktu depanku. Saya “mencatat” beberapa ketidaksamaan di antara punya Tante dengan punya bule yang di majalah itu. Rambut, punya Tante hitam lurus, punya bule coklat keriting. Tonjolan kecil, punya Tante lebih “panjang”, warna saling pink. Pintu, punya Tante lebih kecil.


Lengkaplah telah saya pelajari badan wanita. Utuhlah telah saya memperhatikan semua badan Tante. Semuanya ? Nyatanya tidak, yang tidak pernah saya lihat benar-benar : puting susunya. Mengapa tidak saat ini ? Peluang terbuka di muka mata, lho! Mataku berubah ke atas, ke bukit yang bergerak turun-naik teratur. Dada kanannya semakin lebar terbuka, ada garis tipis warna coklat muda di ujung kain. Itu ialah lingkaran kecil ditengah-tengah buah, cuma pinggirnya saja yang terlihat. Saya merendahkan kepalaku melihat, tetap putingnya tidak terlihat.


Ya, cukup dengan dikit merubah pinggir pakaian mandi itu ke samping, lengkaplah telah “kurikulum” pelajaran anatomi badan Tante. Dengan sangat benar-benar berhati-hati tanganku mencapai pinggir kain itu. Tiba-tiba saya sangsi. Jika Tante terjaga bagaimana ? Kuurungkan niatku. Tetapi pelajaran tidak usai dong! Mari, jangan ragu, toh ia sedang tidur pulas. Ya, dengkurannya yang teratur mengisyaratkan dia tidur pulas. Kembali kuangkat tanganku. Kuusahakan jangan pernah kulitnya tersentuh. Kuangkat perlahan pinggir kain itu, serta dikit demi sedikit kugeser ke samping. Macet, ada yang nyangkut rupanya. Angkat dikit , geser . Kutunggu reaksinya.


Masih mendengkur. Aman. Terbukalah telah.. Puting itu berwarna merah jambu bersih. Berdiri tegak menjulang, bak mercusuar mini. Amboi . indahnya buah dada ini. Tidak tahan saya ingin meremasnya. Jangan, bahaya. Saya harus secepatnya pergi dari sini. Tidak saja cemas Tante terjaga, tetapi takut saya tidak dapat meredam diri, menubruk badan indah tergolek hampir telanjang bundar ini. *** Saya jadi tidak tenang. Berkali-kali teringat rambut-rambut halus kelamin serta puting merah jambu punya Tante itu. Ditambah lagi mendekati tidur. Tanpa ada sadar saya mengusap-usap milikku yang tegang terus ini. Tetapi saya selekasnya ingat janjiku tidak untuk masturbasi .


Mendingan praktik langsung. Tetapi dengan siapa ? Ini hari saya pulang cepat. Masih ada dua mata pelajaran sebenarnya, saya membolos, sesekali. Toh banyak pula kawanku yang demikian. Sia-sia di kelas saya tidak dapat berkonsentrasi. Di garasi aku bertemu Tante yang bersiap ingin pergi senam. Dibalut pakaian senam yang ketat ini Tante jadi spesial. Tubuhnya memang mengagumkan. Dadanya membusung tegak ke depan, sisi pinggang menyempit ramping, ke bawah melebar dengan pantat mencolok bundar ke belakang, ke bawah menyempit . Sepasang paha yang hampir bundar seperti batang pohon pinang, sepasang kaki yang panjang ramping. Meskipun tertutup rapat saya ngaceng juga.


Kembali lagi saya terrangsang. Diam-diam saya bangga, karena dibalik baju senam itu saya sudah pernah memandangnya, hampir semuanya! Malah anggota badan yang penting-penting telah semuanya kulihat tanpa ada ia paham! Salah sendiri, ceroboh sich. Ah, salahku , faktanya tempo hari saya membuka putingnya. “Lho, kok sudah pulang, To” sapanya ramah. Ah bibir itu merayu. “Iya Tante, ada pelajaran bebas” jawabku berbohong. Kubukakan pintu mobilnya. Selintas kelihatan belahan dadanya saat dia masuk mobil. Uih, dadanya terasanya ingin “meledak” sebab ketatnya pakaian itu. “Terima kasih” tuturnya. “Tante pergi dahulu ya”. Mobilnya hilang dari pandanganku. *** Selasai mandi hari hampir gelap. Di ruangan keluarga Tante sedang duduk di sofa tonton TV sendiri. “Senamnya dimana Tante ?” Saya coba buka pembicaraan.


Saya membulatkan tekad duduk di sofa yang sama samping kanannya. “Dekat, di Tebet Timur Dalam”. Malam hari ini Tante kenakan daster pendek tidak berlengan, ada kancing-kancing di tengahnya, dari atas ke bawah. “Tumben, kamu tidur siang” “Iya Tante, barusan main voli di situ” jawabku terampil. “Kamu senang main voli ?” “Di Kampung saya seringkali olah-raga Tante” Saya mulai berani memandangnya langsung, dari dekat . Ih, pundak serta lengan atasnya putih sekali! “Pantesan badanmu bagus” Juga senang saya dipuji Tanteku yang rupawan ini. “Ah, Jika ini mungkin saya dari kecil usaha keras di kebun, Tante” Wow, buah putih itu melihat antara kancing pertama serta ke-2 ditengah-tengah dasternya.


Ada yang bergerak di celanaku. “Kerja apa di kebun ?” “Mengolah tanah, menanam, memupuk, panen” Buah dada itu rasa-rasanya ingin meledak keluar. “Apa saja yang kamu tanam ?” tanyanya sekalian merubah tempat duduknya, menyilangkan samping kakinya. Kancing paling akhir daster itu telah lepas. Waktu samping pahanya naiki pahanya lainnya, ujung kain daster itu tidak “ikut”, jadi 70 persen paha Tante tersuguh di muka mataku. Putih licin. Tadi bergerak di celanaku, berangsur jadi membesar. “Macam-macam bergantung musimnya, Tante.


Kentang, jagung, tomat” Nyaris saya diketahui mataku memelototi pahanya. “Kalau kamu ingin makan, duluan aja” “Nanti saja Tante, nunggu Oom” Saya memanglah belum lapar. Adikku kemungkinan yang “lapar” “Oom barusan nelepon ada acara makan malam sama tamu dari Singapur, pulangnya malam” “Saya belum lapar” jawabku agar saya tidak kehilangan peristiwa yang bagus ini. “Kamu kerasan di sini ?” Dia membungkuk memijit-mijit kakinya. Betisnya itu… “Kerasan sekali, Tante. Hanya saya banyaknya waktu luang Tante, biasa kerja di kampung, sich.


Jika ada yang dapat saya membantu Tante, saya siap” “Ya, kamu lakukan dahulu di sini, kelak Tante kasih tugas” “Kenapa kakinya Tante ?” Sebatas ada fakta buat nikmati betisnya. “Pegel, barusan senamnya habis-habisan” Antara kancing daster yang satu dengan kancing yang lain ada “celah”. Ada yang sempit, ada yang lebar, ada yang tertutup. Sela pertama, lebar sebab busungan dadanya, menyuguhkan sisi kanan atas buah dada kiri. Sela ke-2 menunjukkan kutang sisi bawah. Sela ke-3 rapat, sela ke empat tidak demikian lebar, ada perutnya.


Sela selanjutnya meskipun sempit tetapi cukup membuatku tahu jika celana dalam Tante warna merah jambu. Ke bawah sedikit ada paha atas serta paling akhir, ya yang kancingnya terlepas barusan. “Mau membantu Tante saat ini ?” “Kapan saja saya siap” “Betul ?” “Kewajiban saya, Tante. Waktu menumpang di sini engga kerja apa-apa” “Pijit kaki Tante, ingin ?” Hah ? Saya tidak menduga dikasih pekerjaan mendebarkan ini “Biasanya sama Si Mar, tetapi iaengga ada” “Tapi saya engga dapat mijit Tante, hanya sekali saya sudah pernah mijit kaki rekan yang keseleo sebab main bola” Saya mengharap dia jangan menggagalkan perintahnya. “Engga apa-apa. Tante mengambil bantal dulu” Goyang pinggulnya itu… Saat ini dia tengkurap di karpet.


Hatiku bersorak. Saya dari mulai pergelangan kaki kirinya. Aah, halusnya kulit itu. Hampir semua badan Tante sudah pernah kulihat, tetapi baru berikut saya rasakan mulus kulitnya. Mataku ke betis yang lain memperhatikan bulu-bulu halus. “Begini Tante, kurang keras engga ?” “Cukup begitu saja, enak kok” Tangan memijit, mata jelalatan. Lekukan pantat itu bundar menjulang, sampai di pinggang turun menukik, di punggung mendaki . Indah. Kakinya dikit buka, sangat mungkin mataku menerobos ke sela pahanya. Tanganku geser ke betis kanannya saya merubah dudukku ke tengah, serta..terobosan mataku ke sela paha sampai ke celana dalam merah jambu itu. Huuuh, saat ini saya benar-benar keras. “Aah” teriaknya perlahan saat tanganku menjamah ke belakang lututnya. “Maaf Tante” “Engga apa-apa. Jangan disana, sakit. Ke atas saja” Ke Atas ? Bermakna ke pahanya ? Apa tidak salah nih ? Jelas kok, perintahnya. Akupun ke paha belakangnya. Ampuuun, halusnya paha itu. Kulit Tante memang spesial.


Jika ada lalat hinggap di paha itu, mungkin tergelincir sebab licin! Saya mulai tidak tenang. Nafas mulai tersengal, entahlah sebab mijit atau terangsang, atau kedua-duanya. Saya tidak cuma memijit, kadang mengelusnya, habis tidak tahan. Tetapi Tante diam saja. Ke-2 paha yang di luar, yang tidak tertutup daster usai kupijit. Entahlah sebab saya telah “tinggi” atau saya mulai nakal, tanganku terus ke atas menerobos dasternya. “Eeeh” desahnya perlahan. Cuma mendesah, tidak protes! Ke-2 tanganku berada di paha kirinya terus memijit. Kenyal, padat. Pinggir dasternya dengan sendirinya terangkat sebab pergerakan pijitanku. Sekarang semua paha kirinya terbuka jelas, bahkan juga beberapa pantatnya yang membumbung itu terlihat.


Geser ke paha kanan saya tidak ragu-ragu membuka dasternya. “Enak To, kamu pandai memijit” Saya nyaris memberi komentar :”Paha Tante indah sekali”. Untung saya masih dapat meredam diri. Terus memijit, sesekali mengelus. “Ke atas To” suaranya jadi serak. Ini yang kuimpikan! Telah lama saya ingin meremas pantat yang mencolok indah ke belakang itu, sekarang saya diminta memijitnya! Dengan suka hati Tante! Saya benar-benar meremas ke-2 gundukan itu, bukan memijit, di luar daster tentu saja. Dengan gemas justru! Keras serta padat.


Ah, Tante. Tante tidak paham dengan ini malah menyiksa saya! kataku dalam hati. Rasa-rasanya saya ingin menubruk, menindihkan kelaminku yang keras ini ke dua gundukan itu. Tentu lebih nikmat dibanding saat memeluk badan mbak Mar dari belakang. “Ih, geli To. Sudah ah, jangan disana terus” katanya menggelinjang kegelian. Baru saja saya memang meremas tepi pinggulnya, dengan menyengaja! “Cape, To ?” tanyanya . “Sama sekali engga, Tante” jawabku cepat, cemas waktu menyenangkan ini selesai. “Bener nih ? Jika masih ingin terus, saat ini punggung, ya ?”. Aha, “daerah jamahan” baru! Bahunya kanan serta kiri kupencet. “Eeh” desahnya perlahan.


Turun ke seputar ke-2 tulang belikat. Kembali lagi melenguh. Daster tidak berlengan ini memperlihatkan keteknya yang licin tidak berbulu. Rajin bercukur, mungkin. Ah, dibawah ketek itu ada tepian buah putih. Dada busungnya tertekan, jadi buah itu “terbuang” ke samping. Nakalku kumat. Saat bekerja dibawah belikat, tanganku bergerak ke samping. Jari-jariku sentuh “tumpahan” buah itu. Tidak langsung sich, masih ada susunan kain daster serta kutang, tetapi kenyalnya buah itu rasanya. Punggungnya dikit berguncang, saya semakin terangsang. Ke bawah , saya mencari pinggangnya. “Cukup, To..” Ke-2 tangannya lurus ke atas.


Dia tengkurap keseluruhan. Nafasnya terengah-engah. “Depannya Tante ?” usulku nakal. Lancang benar kau To. Tante sampai melihat melihatku, terkejut mungkin atas usulku yang berani itu. “Kaki depannya ‘kan belum Tante” saya secepatnya meralat usulku. Takut dikiranya saya ingin memijit “depannya punggung” yang berarti buah dada! “Boleh saja jika kamu engga cape”. Ya jelas engga dong! Tante kembali terlentang. Sesaat saya sudah sempat tangkap guncangan dadanya saat dia kembali. Wow! Guncangan barusan tunjukkan “eksistensi” kemolekkan buah dadanya! Aduuh, bagaimana saya dapat bertahan nih ? Badan molek terlentang dekat di depanku.


Dia cepat menarik dasternya ke bawah, jadi reaksi atas mataku yang memandang ujung celana dalamnya yang mendadak terbuka, sebab pergerakan kembali barusan. Silahkan ditutup saja Tante, toh saya sudah mengetahui apa yang ada dibaliknya, rambut-rambut halus cukup lurus, hitam, mengkilat, serta lebat. juga saya masih dapat nikmati “sisanya”: sepasang paha serta kaki indah! Saya mulai memijit tulang keringnya. Singkat saja sebab saya ingin secepatnya sampai ke atas, ke paha. Lutut saya lompati, takut jika dia kesakitan, langsung ke atas lutut, kuremas dengan gemas. “Iih, geli”. Saya tidak perduli, terus meremas. Paha usai, untuk sampai paha atas saya ragu-ragu, disingkap atau jangan. Singkap ? Jangan! Ada akal, diurut saja. Dari mulai lutut tanganku mengurut ke atas, menerobos daster sampai pangkal paha. “Aaaah, Tooo ….” Agar saja. Kulihat mukanya, matanya terpejam. Saya semakin bebas. Dengan sendirinya pinggir daster itu terangkat sebab tergerak tanganku.


Samar-samar ada bayangan hitam di celana dalam tipis itu. Jelas rambut-rambut itu. Ke bawah , urut ke atas. Aaah . Lewat cara ini, boleh-boleh saja jika jempol tanganku sentuh selangkangannya. Kelihatannya basah disana. Ah masak. Coba ulangilah untuk memberikan keyakinan. Urut . Ya, benar, basah! Mengapa basah ? Ngompol ? Saya tidak pahami. “To …” panggilnya mendadak. Saya memandangnya, ke-2 tanganku berhenti di pangkal pahanya. Matanya sayu melawan mataku, nafasnya mengincar, dadanya turun-naik. “Ya, Tante” tiba-tiba suaraku serak. Ia tidak menyahut, matanya masih memandangiku, 1/2 tertutup. Ada apakah nih ? Apa Tante ….. ? Ah, tidak mungkin. Jika Tante terrangsang, mungkin, tetapi jika ajak ? Jangan begitu mengharap, To! Saya melanjutkan pekerjaanku.


Sekarang tidak memijit , tetapi mencari lengkungan pinggulnya yang indah itu, membelai. Habis tidak tahan. “Uuuuh” desahnya menyikapi kenakalanku. Kelewatan saya saat ini, ke-2 tanganku ada dibalik dasternya, mengelus ikuti lengkungan samping pinggul. “Too …. ” panggilnya . Kulepas tanganku, kudekati mukanya dengan merayap diatas tubuhnya bertopang pada ke-2 lutut serta telapak tanganku, tidak menindihnya. “Ada apa, Tante” panggilku mesra. Mukaku telah dekat sama mukanya.


Matanya setelah itu terpejam, mulut 1/2 terbuka. Ini sich ajakan. Saya nekat, telah kepalang, kucium bibir Tante perlahan-lahan. “Ehhmmmm” Tante tidak menampik, bahkan juga menyongsong ciumanku. Tangan kirinya memeluk punggungku serta tangan kanannya di belakang kepalaku. Nafasnya terdengar mengincar. Saya tidak bertopang pada lututku, tubuhku menindih tubuhnya. Mendesak. Dia buka kakinya. Saya merubah tubuhku hingga pas antara pahanya yang barusan dia membuka. Kelaminku yang keras pas menindih selangkangannya. Kutekan. Enaknya! “Ehhhmmmmmm” reaksinya atas aksiku. Kami sama-sama main lidah. Sedapnya! Saya terengah-engah. Ia tersengal-sengal.


Tangan kananku meremas dada kirinya. Besar, padat, serta kenyal! Ooooohhhh, saya melayang-layang. He!, ini Tantemu, isteri Oommu! Iya, benar. Memangnya mengapa. Kenapa kamu cium, kamu remas dadanya. Habis enak, serta dia tidak menampik. Dua kancing dasternya sudah kulepas, tanganku menyelinap ke balik kutangnya. Tidak hanya besar, padat, serta kenyal, nyatanya halus serta hangat! Mendadak Tante melepas ciumanku. “Jangan di sini, To” tuturnya terputus-putus oleh nafasnya. Tanpa ada menjawab saya mengusung tubuhnya, kubopong dia ke kamarnya. “Uuuuuhhh” lenguhnya . “Ke kamarmu saja” Sebelum sampai ke dipanku, Tante meminta turun. Berdiri di samping dipan. Saya memeluknya, ia meredam dadaku. “Kunci dahulu pintunya” Okey, beres. Kulepas semua kancingnya, dasternya jatuh ke lantai. Tinggal kutang serta celana dalam. Buah dada itu terasanya ingin meledak menekan kutangnya! Kupeluk ia. Dadanya merapat di dadaku. “Tooo, hhehhhhhhh” tuturnya gemas seperti meredam suatu.


Kami berciuman . Main lidah . Tangannya menyelinap ke celanaku, meremas-remas kelaminku dibalik celana. “Eehhmmmmmm” dengusnya Dengan kesusahan dia buka ikat pinggangku, buka resleting celanaku, merogoh celana dalamku, serta keluarkan “isinya” “Eehhh” Dia melepas ciuman, lihat ke bawah. “Ada apa Tante” Tanyaku disela-sela dengus nafasku. “Besar sekali” Dia mendustai penisku. Memegang, meremas. Geli, geliii sekali. Stop Tante, jangan pernah keluar. Saya ingin pengalaman baru, Tante. Ingin masuk kelaminmu..saat ini! Kutarik tangannya dari penisku. Untung Tante menurut. Saya tidak jadi “keluar” Kulepas tali kutangnya, tetapi yang belakang sulit dilepaskan.


Tante menolong. Buah dada itu terbuka. Wow.mengagumkan indahnya. Belum saya menikmat buah itu, Tante memelukku. Mencapai tangan kananku, dituntunnya menyelip ke celana dalamnya. Di bawah rambut-rambut itu berasa basah. Diajarinya saya bagaimana jariku harus main disana : menggesek-gesek di antara tonjolan serta pintu basah itu. “Uuuuuuhhhhhh, Tooo..” Dilepasnya bajuku, singletku, celanaku luar dalam. Saya telanjang bundar. Kutarik celana dalamnya. Dia telanjang bundar juga. Mengagumkan. Pinggang itu ramping, perut itu rata, ke bawah melebar lengkungannya indah. Rambut-rambut halus itu menggemaskan, dijepit oleh sepasang paha yang hampir bundar. Semuanya dibalut kulit yang putih serta mulusnya bukan main!. Ditariknya saya ke dipan. Dia merebahkan diri. Kakinya ditekuk lalu dibuka lebar.


Digenggamnya kelaminku, ditariknya, ditempelkannya di selangkangan. Rasa-rasanya begitu ke bawah. Ah, ia ‘kan yang lebih tahu. Saya nurut saja. Tangannya geser ke pantatku. Ditariknya saya mendekat tubuhnya. Suatu yang hangat berasa di ujung penisku. Tangannya menggenggam penisku . Belum masuk nyatanya. Disapu-sapukannya kepala penisku di pintu itu. Sesaat dia menggoyang pantatnya. Geliii, Tante. Saya manut saja seperti kerbau dicucuk hidung. Memanglah belum pengalaman! Didorongnya pantatku. Meleset! Sudah pernah kupikir waktu pertama-tama saya lihat kelamin Tante kemarin, mana cukup lubang sesempit itu menyimpan kelaminku yang tegang ? Tante buka pahanya lebih lebar , mengarahkan penisku , serta saya saat ini yang menggerakkan.


Kepalanya telah separoh terbenam, tetapi macet! “Kelaminmu besar, sich!”keluhnya. Walau sebenarnya baru saja dia mengaguminya. Dia menggoyang pantatnya dan…bless. Masuk separoh. “Aaaaahhh” teriak kami bersamaan. Berasa ada suatu yang menjepit penisku, hangat, enak! Pantatnya bergoyang , tumitnya menggerakkan pantatku. Blesss..masuk . Semakin hangat, semakin enak, serta geli. Goyang , saya dorong saat ini. Masuk semua Seedaaaaaaaaap! Tante bergoyang. Nikmaaaaaaaat! Tante menjepit. Geliiiiiiiiiiiiiiii! Kutarik perlahan. Berasa gesekan, enak. Ya, digesek ini enak. Tarik dikit , serta kudorong . “Idiiiiiiiiiiih, sedaaaaapp Too” Tante berteriak, cukup keras. Geli di ujung sana. Tariik, dorooong Semakin geli.. Geli sekali… Tidak tahaaaaaann… “Tahan dahulu, To” Tidak mungkin, telah geli sekali.kemarin. . Saya membumbung, melayang-layang, melepas.. “Aaaaaahhhhhhh” teriakku.


Enaknya sampai ke ubun-ubun. Mengejang, melepas , berdenyut, enak, melepas , sangat nikmat..! “Genjot , To” teriaknya Mana dapat. “Ayo, To” Saya telah usai! Tante masih menggoyang Saya turut saja, pasif “Tooooo, ..” Tante resah, goyangnya tidak kubalas. Saya telah usai! “Eeeeeeeeehh” keluhnya, kelihatannya sedih. Bergerak-gerak tidak karuan, menendang, menggeliat, resah.. Penisku mulai alami penurunan, di sana. Tante berangsur diam, lalu benar-benar diam, sedih. Tinggal saya yang bingung. Beberapa waktu waktu lalu saya alami momen yang mengagumkan, yang baru kesempatan ini saya lakukan. Baru kesempatan ini juga saya rasakan kesenangan yang mengagumkan.


Kesenangan terkait kelamin. Enaknya sulit dilukiskan. Jalinan kelamin di antara pria yang mulai mencapai dewasa dengan wanita dewasa muda. Saling diharapkan oleh kedua-duanya. Kedua-duanya yang mengawali. Berdua juga yang meneruskan, keterusan dan…kepuasan. Kenikmatan ? Saya memang senang sekali, tetapi Tante ? Itu permasalahannya saat ini. Saya tangkap muka sedih pada Tante. Perilakunya yang resah mengisyaratkan itu. Saya jadi merasakan bersalah. Saya egois. Saya memperoleh kesenangan mengagumkan sesaat saya tidak dapat memuaskan pada “lawan mainku”, Tante Yani. Kelihatan barusan, dia ingin terus sesaat saya telah usai.


Saya bingung bagaimana menangani kebisuan ini. Saya masih menindih tubuhnya. Penisku masih di. Buah dadanya masih berasa kencang mengganjal dadaku. Pandangannya lurus ke atas lihat plafon. Saya harus mengambil ide. Kucium pipinya mesra, penuh perasaan. “Maafkan saya, Tante” Tante melihat, tersenyum serta balas mencium pipiku. Sesaat saya cukup lega, Tante tidak geram. “Kamu engga butuh meminta maaf, To” “Harus Tante, saya barusan sangat nikmat, sebaliknya Tante belum rasakan. Saya engga dapat, Tante. Saya belum pengalaman Tante. Baru kesempatan ini saya lakukan itu” “Betul ? Baru pertama kamu lakukan ?” “Sungguh Tante” “Engga apa-apa, To.


Tante dapat pahami. Kamu bukanlah tidak dapat. Karena hanya belum biasa saja. Syukurlah jika kamu barusan dapat menikmati” “Nikmaaat sekali, Tante” Tante diam , mengelus-elus punggungku. Nyaman sekali saya semacam ini. “To ” panggilnya. “Ya, Tante” “Ini rahasia kita berdua saja ya ? Tante meminta kamu jangan sebutkan ini pada siapapun” “Tentu Tante, semula sayapun ingin katakan begitu” Mendadak saya ingat suatu. Tiba-tiba saya jadi kuatir. “Tante ” “Hhmm” “Gimana jika Tante kelak ..” Saya tidak berani melanjutkan. “Nanti apa ?” “Akibat tindakan barusan, lalu Tante ..” “Hamil ?” potongnya. “Ya ” “Engga perlu kamu pikirkan. Tante telah jaga-jaga” “Saya engga pahami Tante” “To, lain barangkali ya Tante jelasin. Saat ini Tante harus mandi, Oommu ‘kan sesaat datang” Ah, celaka. Sampai lupa waktu. Saya bangun akan mencabut.


“Pelan-pelan To” tuturnya sekalian menyeringai, lalu matanya terpejam “Eeeeeehhh” desahnya hampir tidak terdengar, saat saya mencabut kelaminku. Kubantu dia kenakan kutangnya. Buah dada itu belum saya nikmati. Lain waktu tentu! “Tante ” saya menyebut saat dia telah rapi kembali. Kupeluk dia erat sekali, kubisikkan di dekat kupingnya “Terima kasih, Tante” lalu kucium pipinya. “Ya ” jawabnya singkat. “Sana mandi, bersihkan yang bersih niih” tuturnya sekalian memegang penisku waktu katakan ‘niih’ Ooohhh, enaknya ini hari saya. Malam hari ini pertama-tama saya ciuman dengan nikmat, pacaran sampai “keterusan”. Pertama-tama penisku masuk kelamin wanita.


Pertama-tama saya menumpahkan “air” ku ke pada tubuh wanita, tidak ke perut atau ke lantai. Lebih spesial , wanita itu ialah Tante Yani. Wanita dengan badan yang mengagumkan. Memiliki bentuk, potongannya, halusnya, padatnya, putihnya, bulunya….. Walau sebenarnya wanita itu telah 26 tahun, sepuluh tahun diatas usiaku. Tetapi lebih padat dari Si Ani yang 17 tahun, lebih manis dari Si Yuli yang sepantaranku, lebih indah dari Si Rika yang seumurku. Yang masih mengganjal, wanita itu Tanteku, isteri Oom Ton. Ya, saya meniduri isteri Oomku! Saya memperoleh pengalaman baru dari isterinya! Saya mendapatkan kesenangan dari meniduri isterinya. Isteri orang yang membiayai sekolahku, yang memberikan makan serta rumah! Begitu jahatnya saya. Begitu kurangajarnya saya.


Saya saat ini jadi pengkhianat! Mengkhianati adik misan ayahku! Tetapi, salah jika semua kekeliruan ditimpakan kepadaku. Siapa yang memerintah memijat ? Okey, semestinya memijat saja, mengapa gunakan mengelus ? Gunakan meremas pantat ? Habis, siapa yang tahan ? Saya masih 16 tahun, masih muda, tetapi telah masak dengan seksual, gampang terrangsang. Tante sendiri, mengapa tidak menampik ? Bisa jadi dia menempelengku saat saya ingin mencium bibirnya di karpet itu.


Bisa jadi dia menampik waktu saya membopongnya ke kamarku. Serta saya, bisa jadi memberontak waktu dia merogoh celana dalamku, waktu dia memegang kelaminku serta ditempatkan ke kelaminnya…. Kesimpulannya : salah kami berdua! Tetapi, saya ingin mengulang ……….! *** Paginya, kami sarapan bertiga, Saya, Oom, serta Tante. Saya jadi tidak berani memandang mata Oom waktu kami bicara. Mungkin sebab ada perasaan bersalah. Sedang Tante, biasa saja. Sikapnya kepadaku lumrah, seakan tidak berlangsung apa-apa.


Tidak ada perbincangan penting waktu makan. Tante bangun tuangkan minuman buat Oom. Kupandangi tubuhnya. Saya jadi ingat momen tadi malam. Rasa-rasanya saya tidak yakin, badan yang berada di depanku ini, yang saat ini tertutup rapat, pernah saya tiduri. Saya ngaceng .. Sulit sekali saya berkonsentrasi terima pelajaran ini hari. Pikiranku ke rumah terus, ke Tante. Bagaimana dia “menuntunku” masuk. Bagaimana saya mulai belajar “menggesek”, terus keenakkan. Saya ingin lagi…! Tante bagaimana ya, apa dia ingin ? Saya meragukannya, mengingat tadi malam dia tidak senang. Jangan-jangan dia kapok. Barusan pagi sikapnya biasa saja. Harusnya dikit lebih mesra kepadaku. Memangnya kamu ini siapa.


Lebih baik demikian, lumrah saja, ‘kan ada suaminya. *** Dua hari setelah itu saat saya pulang sekolah, kulihat ada mobil Oom di garasi. Apa Oom Ton tidak ke kantor ini hari ? Atau jangan-jangan Oom tahu jika saya .. Ah, jangan berpikir demikian. Dua hari paling akhir ini sikap Oom kepadaku tidak ada pergantian apa-apa. Sikap Tante wajar-wajar saja. Malah saya yang kelimpungan. Pikirkan. Tiap hari bertemu Tante. Saya tetap memikirkan “dalam”-nya, walaupun baju Tante tertutup rapat.


Lalu, teringat, saya pernah menjamah badan itu, serta terangsang . Sepanjang dua ini hari saya benar-benar tersiksa. Kelihatan paha Tante yang dikit terungkap saja, saya langsung “naik”. Ooh..! Saya ingin lagiiiiii. Siang hari ini saya makan sendirian. Kamar Tante tertutup rapat. Oom tentu ada di, mobilnya ada. Tante tentu saja. Mungkin mereka sedang …? Siang-siang ? Agar saja, toh suami-isteri. Sesaat ada rasa tidak nyaman. Tanteku sedang ditiduri suaminya…! Saya iri! Memangnya kamu siapa ? Barusan saya usai melahap sendok paling akhir makananku, setelah itu mengusung gelas, saat mendadak pintu kamar terbuka, Tante keluar, kenakan pakaian tidur.


Saya terkesima. Tanganku yang sedang menggenggam gelas berhenti, belum minum, kagum oleh Tante dengan pakaian tidurnya. Terlihat dia baru bangun tidur, melihatku. “Sudah pulang, To” “Udah dari barusan Tante” Dia tutup pintu kamarnya kembali lalu mendekatiku, serta mendadak mencium pipiku erat, lenganku rasakan lembutnya suatu yang mengisyaratkan Tante tidak menggunakan kutang. Nyaris saya menumpahkan air minum sebab terkejut. “Ada berita bahagia.”katanya berbisik. Sebelum saya berreaksi atas laganya itu, Tante telah bergerak ke belakang meninggalkanku. Saya jadi ingin tahu. Ingin tahu pada benda lembut yang menekan lenganku barusan, dan pada berita bahagia apa ? Saat Dia balik lagi, saya berdiri untuk memberi kepuasan rasa ingin tahu barusan. Tante tempelkan telunjuknya ke mulut sekalian matanya melirik ke kamar.


Saya pahami isyarat ini. Jangan ganggu, ada suaminya. Sejam setelah itu kulihat Oom Ton duduk di sofa ruangan tengah bersama dengan Tante. Oom Ton kenakan pakaian rapi memakai dasi, seperti akan ke kantor, sedang Tante kenakan daster pendek tidak berlengan berkancing tengah, daster kesukaanku. Kelihatan fresh, barusan mandi, mungkin. “Tarto” Oom Ton memanggilku. “Ya, Oom” “Oom ingin ke Bandung, dua hari.


Kamu menjaga rumah ya ?” Ini rupanya berita bahagia itu! “Baik, Oom, kapan Oom pergi ?” “Sebentar , jam tiga” Dua hari Oom tidak berada di rumah, tentu saja dua malam juga. Dua malam saya jaga rumah, bersama dengan Tante. Dua malam bersama dengan Tante ? Bukan main!. Eit, jangan mengharap dahulu, ya. ‘Kan barusan Dia katakan berita bahagia ? Kok kamu meyakini berita gembiranya Tante ialah sebab Oom ke Bandung ? Jangan sok tentu ya! Saya melirik Tante, Dia biasa saja. Pak Dadan hadir bawa tas di bahunya, masuk garasi hidupkan mesin mobil. “Papa pergi ya, Ma” “Ya, Pa, berhati-hati di jalan, ya ?” “Mama berhati-hati di rumah” Oom mencium pipi Tante, lalu menciumi Si Luki. “Jaga baik-baik, ya To” “Ya, Oom” Seisi rumah mengantarkan Oom sampai depan pintu pagar, melambai-lambai sampai mobilnya berbelok ke jalan Tebet Timur Raya. Semua masuk ke rumah kembali.


Hatiku bersorak. Dadaku penuh mengharap serta kepalaku penuh gagasan. Luki dibawa pengasuhnya ke rumah samping. Mbak melanjutkan kerjaannya di belakang. Aman. Tinggal saya serta Tante. Kuberanikan diriku. Kupeluk Tante dari belakang. Benar ‘kan, Tante tidak menggunakan kutang. Wah, telah lama sekali saya tidak menyentuhnya. Tante dikit terkejut, lalu kembali membalas pelukanku. Hanya sesaat, melepas diri. “Sabar, dong To” “Tante …” Serak suaraku. “Nanti malam saja ” Aha, gagasan di kepalaku dapat terwujud malam hari ini.


Kami duduk berdampingan di sofa, dikit memiliki jarak. Saya tonton TV, Tante membaca. Saya tidak tahan , penisku telah tegang dari barusan. Saat ini baru jam 1/2 empat sore. Berapakah jam saya harus menanti ? Oh, lama sekali. Tante, tolonglah saya. Saya tidak mampu menanti. Kulihat seputar memberikan keyakinan kondisi. Luki masih sama si Tinah di tetangga. Mbak Mar menyetrika di belakang. Aman! Kupegang tangan Tante yang sedang berada di pahanya. Dengan ini saya dapat meremas-remas tangannya sekalian rasakan lembutnya paha. Dia kadang-kadang membalas remasanku, masih membaca. Ditariknya tangannya untuk buka halaman buku bacaannya, tanganku “tertinggal” di pahanya.


Peluang. Kuusap lembut pahanya. Paha itu masih seperti yang tempo hari, padat, kenyal, halus, berbulu lembut. Masih membaca. Saya semakin berani, tanganku bergerak ke atas menyelinap dasternya. Kuusap celana dalamnya. Nafasnya mulai terdengar bertambah “volume”nya. Diletakkannya buku itu sekalian menghela nafas panjang. “To., kamu engga sabaran, ya ?” tuturnya sekalian menggenggam tanganku dibawah sana. “Maafkan saya Tante, saya.. saya ..engga kuat Tante, saya ingin , Tante” Kataku terputus-putus meredam birahi yang menekan.


Kelaminku menekan. “Masih sore, To” “Tolonglah., Tante, saya memikirkan terus tiap ..hari” kataku 1/2 meminta. Saya meyakini Tantepun sebetulnya sudah terangsang, kelihatan dari nafasnya serta saya rasakan basah di celananya. Saya telah tiba pada titik yang tidak mungkin surut kembali. Kondisi seputar aman. Jadi, apalagi tidak hanya bersambung ? “Saya minta, Tante” sekarang saya benar-benar meminta. Ditariknya tanganku dari paha, lalu dituntun ke dadanya.


Permohonanku diterima. Kuremas buah dada itu yang cuma tertutupi selembar kain daster. “Eeeeeeehhh” desahnya. Tiga hari kemarin, waktu saya pertama-tama meniduri Tante (memang baru pertama-tama saya terkait seks), saya belum nikmati buah dada ini. Saat itu kami sama-sama sudah terangsang setelah saya memijatnya. Saya baru sudah sempat meremasnya, itu juga di balik kutang. Lalu saat kutangnya telah terbuka, Tante telah keburu membimbing kelaminku memasukinya. Sekaranglah peluang untuk nikmati dada itu. Kubuka kancing dasternya, satu, dua, tiga. Dada itu mempesona. Putih, besar, mencolok, bundar, bergerak maju mundur selaras nafasnya, putingnya kecil cukup panjang tegak lurus ke depan berwarna merah jambu. Saya berlutut di depannya, kusingkirkan daster itu, kucium belahan dadanya yang seperti parit kecil antara dua bukit.


Halusnya buah itu bisa kurasakan di ke-2 iris pipiku. Mulutku bergerak ke kiri, ke dada sisi atas, terus turun, kutelusuri permukaan bukit halus itu dengan bibir serta lidahku. Sesaat tangan kananku mengusapi buah kirinya. Mengagumkan, kulit itu haluuus sekali! Tangannya mengusap-usap belakang kepalaku. Penelusuranku selesai di puncaknya. Kumasukkan putting itu kemulutku, kukemot. “Aaaaaaaahhh” lenguhnya perlahan sekali.


Tangannya mendesak kepalaku. Kukemot , kuhisap, kupermainkan dengan lidahku, putting itu mengeras. Puting satunya mengeras, berasa antara telunjuk serta ibujari tangan kananku. Ada persamaan gerak di antara mulut serta tangan kananku. Jika mulutku mengulum puting, jari-jariku memilin puting sampingnya. Jika bibir serta lidahku merambahi semua permukaan buah yang benar-benar halus itu, telapak tanganku merambah juga.


Semua permukaan dada itu demikian halus, hingga sedikit ada yang tidak halus di samping puting cukup ke bawah menarik perhatianku. Kulepaskan muluku dari dadanya, ingin mengecek. Di samping puting dada kiri Tante ada bercak merah. Kuperhatikan serta kuraba. Seperti sisa gigitan. Oh. Saya ingat siang tadi waktu makan. Ini tentu “hasil kerja” Oom Ton di kamar yang terkunci barusan.. Akupun ingin. Begitu nikmatnya menggigit buah kenyal ini. Dada kanan bagianku. Kucium puting itu kembali, geser dikit, saya mulai menggigit.


Mendadak Tante menggerakkan kepalaku. “Jangan, To. Kamu..mikir, dong” tuturnya sekalian terengah-engah. Ah, bodohnya saya. Jika kugigit pasti kelak berbekas, jelas pemilik sahnya, Oom Ton, akan berprasangka buruk! “Maafkan saya Tante, habis gemas sich.” “Yahhh.engga apa-apa. Kamu harus ingat, ini rahasia kita saja” Digenggamnya dadanya sendiri lalu disodorkannya ke mulutku. Gantian, saat ini dada kiri dengan mulutku, yang kanan dengan tangan kiriku…. Telah waktunya untuk geser ke kamar. Saya bangun berdiri. Tante masih tergolek duduk.


Kancing tengah dasternya telah semua lepas, menguak kesamping, tinggal celana dalamnya saja. Dada itu rasa-rasanya semakin besar saja. Kutarik ke-2 tangan Tante, tetapi dia melepaskannya. Dibukanya gesperku, lalu kancing celanaku, serta ditariknya resleting serta celana dalamku. Penisku yang tegang itu keluar dengan gagahnya persis di muka mukanya. “Uuuuuuuuuhhhh” Tante melenguh perlahan menggenggam kelaminku, dielusnya. “Kok besar sekali sich To, punyamu ini” Kuraih badannya, kubimbing dia ke kamarku sekalian masih menggenggam senjataku, tertatih-tatih kami berdua. Kukunci pintu kamarku, kurebahkan Tante perlahan-lahan di dipanku, kulucuti pakaianku, dengan bertelanjang bundar kudekati Tante.


Dengan perlahan-lahan kupelorotkan celana merah jambu itu. Kembali saya berjumpa dengan rambut halus hitam mengkilat itu. Ada cairan bening disana. Kutindih tubuhnya lalu kakinya menjepit tubuhku. Kamipun berciuman, sama-sama menggigit lidah. Lalu akupun tidak tahan . Saya bangun. Kubuka kakinya lebar. Lubang sempit itu terbuka dikit, merah. Saat ini saya tidak butuh dituntun . Saya sudah mengetahui.


Kutempelkan kepala penisku ke lubang sempit itu, lalu kudorong berhati-hati. “Aaaaaaaaaaahhhhh, To, sedaaaaaap” Kepalanya telah masuk. Nikmaaaaaaaaaat! Saya bingung, lubang sesempit itu dapat “menelan” kepala penis besarku. Mengapa kupikirkan ? Yang penting enak. Sekalian memegangi ke-2 iris dadanya, saya menggerakkan . Enak-enak geli atau geli-geli enak. Entahlah mana yang benar. Kudorong , Aaah , enak , geli . kudorong, sampai habis, sampai mentok. “Idiiiiiiiiiiiiih, Toooo, enak sekali” Nyaman, telah di dalam semuanya. Pinggul Tante mulai berputar-putar. Saya tahu tugasku, menarik serta menggerakkan. Mulut Tante keluarkan bunyi-bunyian tiap saya menggerakkan. Melenguh, mendesah, terkadang menjerit kecil, atau beberapa kata yang tidak berarti. Insiden tiga hari kemarin berulang-ulang. Baru seringkali “tusuk” saya telah rasakan geli mengagumkan. Kelihatannya saya tidak dapat meredam . Ah, mengapa ini ? Saya tidak dapat bertahan lama. Saya kuatir jangan-jangan Tante kelak sedih .


Tetapi bagaimana , saya hampir datang di pucuk. Saya coba berhenti bergerak sekalian meredam supaya jangan pernah keluar dahulu, persis jika saya meredam kencing. Tetapi demikian saya diam, pantat Tante langsung berputar-putar. Semua anggota badan yang di sana memeras-meras kelaminku. Oh, saya tidak akan sukses meredam diri. Langsung saya bergerak , semakin cepat justru. Ocehan Tantepun semakin ngawur. Saya jadi cepat, semakin cepat serta makin cepat, lalu ……. badanku bergetar hebat, mengejang, berulang-ulang, memuntahkan, mengejang , muntah lagi… Tante berhenti berputar-putar, lalu menjepit kakiku, terima pelepasanku. Rasa-rasanya saya keluarkan banyak Lalu akupun ambruk diatas badan Tante. Saya usai. Usai menggetar, usai mengejang, usai melepas, usai semua. Tanteku usai sangat terpaksa.


Saya meyakini dia sedih . “Tante, bagaimana Tante, saya engga dapat meredam …” “Hmmm, To” “Maafkan saya, Tante. Saya gagal” “Sudahlah, To” “Saya cuma memberi kepuasan diri sendiri” “Tante katakan biarlah, kamu cukup tadi” “Lumayan bagaimana Tante ?” “Ada perkembangan dibandingkan waktu lalu. Tante merasakan enak, tadi” “Tante bohong! Tante hanya menghibur saya” “Benar, To. Memang Tante merasakan belum “tuntas”, tetapi kocokanmu barusan dapat Tante nikmati”. Saya cukup damai. “Ini sebab kamu belum biasa, To. Tante meyakini, semakin lama kamu akan dapat. Barangmu kerasnya luar biasa” “Gimana triknya agar saya dapat lama, Tante ?’ “Nanti kamu akan tahu sendiri” “Ajarin saya ya, Tante” Tante tidak menjawab. Akupun berdiam diri. Lama kami berdua membisu. Tante lihat jam, jam empat sore, lalu bangun mencari bajunya yang berantakan. “Tante mandi dahulu, ya ?” Saya membantunya kenakan pakaian.


Membereskan karet celana dalamnya, mengaitkan kutangnya, mengancingkan dasternya. Ada suatu lainnya kurasakan. Saya merasakan demikian “mesra” membantunya kenakan pakaian. Saya terasanya menolong isteriku! Ya, baru saja saya merasakan meniduri isteriku. Kupeluk Tante erat sekali, cukup lama. Lalu kucium pipinya dalam-dalam. “Tante” “Apa, To ?” “Tarto sayang Tante” kataku mendadak. Dipandangnya mataku lurus-lurus. “Apa maksudmu To” “Engga tahu Tante, intinya saya sayang sama Tante. Tante jangan kapok, ya ? Tarto ingin kita terus begini” “Oh, itu maksudmu. Asal kamu dapat menjaga rahasia” “Bisa, Tante” “Juga harus hati-hati” “Iya,Tante” Tanpa ada kusadari, penisku bangun . “Sudah, mandi sana” Tante ke luar kamarku *** Malam itu saya tonton TV sendirian. Tante berada di kamarnya, tertutup.


Saya kesepian. Saya menginginkan Tante akan ke luar dari kamar menemaniku di sini. Setelah itu saya mendekatinya, lalu ciuman, raba-raba, serta …diakhiri dengan jalinan suami-isteri. Bingung saya, baru barusan sore saya dipuaskan oleh Tante di kamarku, malam hari ini saya ingin ! Saya ingin kesenangan itu . Saya masih menanti. Jam 9 malam. Tante belum ada. Jam 9.30, tidak juga. Kemarilah Tante, saya merindukanmu. Malam hari ini ialah malam pertama Oom tidak berada di rumah. Ayolah Tante, ini peluang yang tidak bisa ditinggalkan. Atau kuketuk saja pintunya, lalu saya masuk ? Ah jangan. Itu kurang ajar, namanya. Badan indah itu sendirian di kamar.


Buah dada putih itu tidak ada yang mengelusnya. Kelamin memiliki rambut halus itu tidak ada yang memasukinya malam hari ini. Mengapa engkau tidak ke luar ? Mungkin Tante memang tidak membutuhkannya. Sekurang-kurangnya malam hari ini. Ya, jika dia perlu tentu saja akan mendekatiku. Jam 10, belumlah ada pertanda. Saya putuskan, malam hari ini memang Tante tidak ingin terganggu. Agar sajalah. Toh esok siang, sore, atau malam masih ada peluang. Oom Ton bermalam di Bandung dua malam. Yah, esok sajalah. Tetapi saya ingin malam hari ini! Saya ingin malam hari ini kelaminku masuk dan keluarkan cairan dengan nikmat! Setelah itu saya keluarkan penisku yang telah tegang itu. Kata Tante punyaku ini besar. Entahlah betul-betul besar, saya tidak tahu. Karena saya tidak pernah lihat punyai orang.


Sebab tidak ada Oom Ton, saya jadi semakin berani merayu Tanteku. Seperti waktu sarapan barusan. Saya mengelus-elus pundak serta lengan atasnya yang terbuka di meja makan. Bahkan juga mencium pipinya. “Hati-hati, To” “Ya, Tante, Kan saya lihat-lihat kondisi dulu” “Mar berada di belakang” tuturnya. “Tante” “Ehm ?” “Tarto sayang Tante” “Aku sudah ada yang punyai, To” tuturnya sekalian mencubit pahaku. Saya suka. “Ya. Intinya saya sayang” Jangan-jangan saya jatuh hati betul-betul sama Tanteku ini. “Semalam Tante ke mana. Saya tunggu-tunggu” “Ya.


Tante tahu, kamu tonton TV. Kamu masuk kamar jam 10 ‘kan ? Masa’ ingin terus-terusan”. Saya lega, Tante tidak tahu perbuatanku tadi malam yang menyelusup ke kamar Mbak Mar. “Iya dong. Mumpung ada peluang. Saat ini saya mau” kataku nakal. “Gila, kamu To. Awas jangan pernah mengganggu sekolahmu!” “Habis Tante benar-benar menggemaskan” Saya ngaceng ! “Udah ah, pergi sana, kelak telat” “Tapi kelak ya Tante, janji dulu” “Lihat dahulu nanti” Bagaimana tidak mengganggu sekolah, sepanjang hari saya ingat Tante terus.


Memikirkan apa yang akan kuperbuat kelak bersama dengan Tante. *** Di kelas saya jadi seringkali melamun, memikirkan waktu saya menyelusuri semua permukaan dada Tante dengan mulut serta lidahku. Memikirkan bagaimana kelaminku dengan perlahan-lahan memasukinya… Bel sinyal pulang mengeluarkan bunyi. Saya bersorak. Ingat ke rumah, ingat malam hari ini Tante jadi milikku. Akan kureguk semua kesenangan dari badan Tante. Intinya kelak akan kunikmati semuanya, dari mulai ujung rambut sampai ujung kaki, sampai senang. Memang saya dapat senang, tetapi bagaimana dengan Tante ? 2x saya terkait kelamin dengan Tante, dua-duanya saya dapat keluarkan spermaku ke lubang kelamin Tante, sampai pucuk, sampai senang.


Tetapi Tante tidak. Saya jadi kuatir, jangan-jangan kelak saya demikian. Tetapi saya ingat, yang ke-2 tempo hari tante katakan saya ada perkembangan. Ini dikit menghiburku. Semoga yang ke-3 kelak dengan menambahnya pengalamanku, ada perkembangan . Saya cukup tenang saat ini. Di dalam rumah sepi-sepi saja. Tidak ada siapa saja, Tante. Saya makan siang sendirian. Tante mungkin berada di kamar, pintu kamarnya tertutup. Kuselesaikan makan siangku secara cepat, lalu duduk saja di meja makan, mengharap Tante akan keluar dari kamarnya. 1/2 jam berlalu, masih sendiri. Saya ke ruangan keluarga tonton TV. Duduk di sofa lalu ingat, tempo hari di sini saya nikmati buah dada Tante dengan selesai.


Baca Juga : Cerita Seks Berhubungan Seks Dengan Tante Nisa


Diam-diam punyaku mulai tegak, walau sebenarnya cuma memikirkan yang tempo hari. Ditambahkan acara TV menyediakan fashion show di Sydney, Australia. Peragawati cantik-cantik yang berlenggok di catwalk itu biasanya tidak menggunakan kutang. Jika mode pakaiannya berdada rendah, belahan dadanya jelas. Jika berbahan tipis, putingnya mencolok. Ditambah lagi peragawati yang punyai dada besar, buahnya berguncang waktu dia melangkah. Saya lebih tegang, semakin pusing sebab terangsang. Oh. Tante sayang, kemanakah engkau. Saya membutuhkanmu saat ini! Mendadak pintu kamar Tante terbuka. Saya melihat. Kepala Tante muncul memberikan isyarat padaku dengan mengangguk-angguk. Nasibku memang mujur.


Jelas ini isyarat ajakan masuk. Tetapi masak di kamar itu, kamar pribadi Oom serta Tante. Saya sangsi, bengong saja belum bereaksi atas isyaratnya. Satu kali lagi Tante mengangguk, kesempatan ini sekalian mengedipkan ke-2 matanya. Dengan tentu saya mengambil langkah ke arah kamarnya. Kepala Tante musnah. Saya masuk langsung tutup pintu kamarnya serta menutup. Di ranjang besar itu Tante terlentang. Kenakan pakaian tidur tipis, hingga samar-samar celana dalam serta kutangnya kelihatan. Matanya sayu memandangku, berkaca-kaca. Kutang itu bergerak turun-naik mengisyaratkan nafas Tante telah mengincar. Saya tidak tahan lihat panorama yang menggairahkan ini, selekasnya saja saya menghampirinya.


Tapi… “Tunggu dahulu. Membuka dahulu dong, pakaianmu” perintahnya. Okey, tanpa ada dimintapun saya akan buka. Sesaat saya buka baju sampai telanjang bundar, Tante memelorotkan celana dalamnya dengan tempat masih terlentang. Sekarang dibalik pakaian tidur tipis itu terlihat rambut-rambut halus yang menggemaskan itu. Belum saya bergerak, ada ‘ulah’ Tante. Ditariknya gaun tidur tipis itu perlahan-lahan, menunjukkan paha bundar itu. Ditarik keatas sampai pusarnya muncul. Kelamin memiliki rambut halus serta perutnya terbuka terhidang di depanku. Mengagumkan. Tante menyediakan ’strip tease show’ di depanku! Ada saja Tante ini. Dengan ’senjata’ yang tegak keras saya mendekati badan indah ini.


Kucium rambut-rambut halus itu sesaat. Gemasnya saya. “Aaaaaaaahhhh” teriak Tante. Saya beralih ke atas, kulumat bibirnya sekalian meremas samping dadanya. Kutang itu butuh didepak dahulu semestinya, tetapi saya tidak sudah sempat. Tanganku samping bergerak ke bawah. Eh, Tante telah basah! Tonjolan serta pintu itu licin. “Hhhhhhhhmmmmmmmm..” Tante tidak dapat melenguh sebab bibirnya saya kunci dengan bibirku. Disisihkannya tanganku yang sedang asik dibawah, digenggamnya kelaminku, lalu diarahkannya ke ‘pintu’. Rupanya Tante ingin mengawali saat ini. Mungkin sama juga dengan saya, sama-sama sudah terangsang terlebih dulu sebelum bergumul. Saya terrangsang oleh bayanganku serta peragawati barusan, Tante terangsang entahlah oleh apa. Saya mulai ‘masuk’ “Aduhh! Pelan-pelan, To!” Tante mengerang, memang masukku barusan cukup kasar. “Maaf Tante, habis engga tahan sich..”kataku tersengal. Kamipun sama-sama menggenjot. Lucu keliatannya kesempatan ini.


Tante masih kenakan gaun tidur serta kutangnya, kelamin kami telah sama-sama pagut… Hasilnya, seperti tempo hari. Saya ‘keluar’ terlebih dulu, sesaat Tante belum terpuaskan benar. Jelas dari pinggulnya yang masih coba menggoyang sekalian kakinya menjepit pinggangku. Kembali saya sedih. Jika kelaminku telah bergesekan dengan kelamin Tante, selain rasa nikmat, rasa geli mengagumkan. Bila telah geli demikian, saya tidak mampu meredam untuk jangan pernah ke pucuk dahulu. Kembali saya tidak berhasil memberi kepuasan Tante. Kembali saya berupaya menetralisir situasi yang tidak enak ini. Kuelus buah dada yang putingnya masih tegang itu dengan penuh perasaan, lalu kucium perlahan-lahan. Tante menyeka kepalaku. Kucium pipinya dengan mesra. “Tante..” “Hmmm” “Saya..engga..” “Udahlah..Tante tahu. Kamu engga perlu merasakan apa-apa.


Tante maklum kok. Kamu barusan cukup, telah ada kemajuan” “Tapi Tante kan belum …” “Engga perlu kamu pikirkan. Tante mengerti” tuturnya menentramkan sekalian mengelus-elus dadaku. “Saya engga dapat tahan lama, Tante” “Sudah cukup, kok. Tante barusan merasakan nikmat. Kamu sudah mulai pandai mengocok tadi” “Saya dapat rasakan Tante barusan belum puas” “Iya, memang wanita memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan lelaki. Tetapi kamu barusan ada perkembangan dibandingkan kemarin” “Tak adil rasa-rasanya. Saya rasakan kesenangan mengagumkan, sedang Tante belum” “Sudahlah, To. Tidak butuh kamu pikirkan.


Tante mengerti” “Terima kasih Tante” Kupeluk tubuhnya erat. Erat sekali. Diciumnya pipiku, lalu merebahkan kepalanya di dadaku. Saya mengelus rambutnya. “Tubuhmu atletis sekali. Dadamu bidang” tuturnya sekalian tangannya mencari dadaku. “Iya, Tante. Dahulu saya kerja di kebun. Saya seringkali olahraga” Mendadak tangan Tante ke bawah memegang punyaku. “Kelaminmu besar sekali” “Ah, waktu Tante. Saya anggap biasa saja” “Apalagi jika tegang”. Kulirik punyaku, telah cukup surut. “Tubuh Tante luar biasa” balasku. “Kalau tegang keras serta panas” komentarnyamasih mengenai penisku, meremehkan pujianku. “Buah dada Tante indah sekali” “Ah, waktu. Dibandingkan punyai siapa” pancingnya.


“Siapa saja” Saya pura-pura terpancing. “Berarti kamu seringkali lihat buah dada, ya” Kubalikkan badannya. “Besar, bundar, kenyal, putih, licin, halus lagi” kataku sekalian lihat dekat-dekat buah itu. “Buah dada siapa yang kamu lihat” tanyanya sekalian menggoyang-goyang kelaminku yang masih ada digenggamannya. “Cuma baru ini” jawabku sekalian mulai merabai permukaan dadanya. “Jujur saja, To. Dada siapa yang sudah pernah kamu lihat” tuturnya . Tante ingin tahu rupanya. “Sungguh mati Tante. Hanya punyai Tante yang sudah pernah saya lihat” “Yang bener, To” tangannya tidak memegang , tetapi mengelus kelaminku.


“Benar Tante” “Kok tahu bagus ?” “Saya cuma lihat punyai rekan-rekan sekolah. Itu juga dari luar” “Pernah kamu pegang ?” Tangannya masih mengelus, saya mulai terangsang. “Ih, engga lah, Tante. Dapat gempar, dong” “Jadi, tahunya punyai Tante bagus, darimanakah ?” “Pokoknya, di luar, punyai Tante paling besar” Ujung jariku mendustai putingnya. Putting itu mulai mengeras. “Tante” “Hmm ?” “Apa tiap buah dada ujungnya ini ?’ “Begini gimana” “Panjang, mungil, tetapi keras” “Mungkin. Punyamu mulai keras” Saya seperti disadarkan. Memang saya telah terangsang karena pembicaraan mengenai dada serta elusan Tante pada kelaminku. Saya ingin .


Mengapa tidak ? Mumpung masih ada peluang. Oom Ton paling cepat esok siang pulangnya. Selekasnya saja kukulum putting yang semenjak barusan kupermainkan. “Eeeeehhhhhmmmmmmm..” Tante melenguh panjang. Tanganku ke bawah mencari antara ‘rambut-rambut’. Basah disana. Kugosok yang basah itu. “Uuhmmmm….Aaahhhhhhh..Uuhhmmmmm” desahnya cukup keras, ikuti irama gosokanku. Kelaminku diremas-remas. Enak. “To… Hhheeeehhhggh..enak, To..Hhheeeeeghh” Tante semakin ribut, saya cemas jika sampai terdengar di luar kamar. Ah, tidak ada orang ini. Saya semakin giat menggosoki benjolan kecil dibawah sana. Tante semakin ribut, menceracau tidak karuan Gosok .


Teriak ia . Akhirnya… “Udah, To.ampun..Mari To, saat ini To, sekarang…!” Saya bangun. Kelaminku yang telah keras kupegang pangkalnya, kuarahkan. Tante buka kakinya lebar-lebar. Demikian lebarnya sampai ke-2 lututnya ke atas, menyuguhkan kelaminnya yang membasah, pas di muka kelaminku. Saya masuk. Kudorong perlahan-lahan. “Oooohhh, To..sedapnya….” Telah terbenam separoh. Kudorong . “Aduuuuhhhh, mamaaaa, nikmatnya…” teriaknya . Kudorong . Telah masuk semuanya. Kurebahkan tubuhku menindih tubuhnya. Tanganku ke belakang punggungnya. Kudekap erat tubuhnya, lalu saya mulai menggenjot. Sedaaaaaaaapp. Bertopang pada ke-2 lututku, saya menarik serta menggerakkan pinggulku. Nikmaaaaaaaaaattt. Entahlah kata apa yang keluar dari mulut Tante saya tidak perduli. Terus saja menggenjot,


turun-naik, keluar-masuk. Saya nikmati benar gesekan kelaminku pada dinding vagina Tante. Terkadang pada saat punyaku di dalam, Tante “mengikat” pahaku dengan kakinya sekalian memutar pantatnya. Kurasakan sentuhan semua relung kelaminnya pada kelaminku. Mengagumkan sedapnya. “To…hhehh.kamu…hhehh..kok..hhehh..”Tante coba bicara disela-sela nafasnya yang mengincar. “Keenaapaa . hheehh.. Taanntee…hhehh” “Kamu….kok…lama…” Baru saya mengerti, telah beberapa puluh kali kelaminku kugenjot keluar- masuk-putar, tetapi saya tidak rasakan geli seperti umumnya. Yang kurasakan cuma nikmat. Rasa geli yang tidak dapat kutahan yang setelah itu membuat saya ke ‘puncak’, kesempatan ini tidak kurasakan! Bingung! “Engga …tahu.. Tante..” “To, Oh my God..heeeehhhhhh” “Enak…Tante…?” “Wooow….luar biasa…” Genjot serta genjot “Kamu..masih…lama..To..?” “Masih…Tante.” Memang saya belum rasakan “geli ke arah puncak” “Diam. dahulu,.. To” Saya hentikan genjotanku.


Posisiku masih “di dalam”. Tangan Tante memeluk erat punggungku, sesaat kakinya mengikat pahaku. Lalu tubuhnya bergerak miring akan menjatuhkan tubuhku. Saya bertahan, tidak tahu tujuannya. “Gantian, To…Tante diatas.” Baru saya tahu tujuan pergerakan Tante ini. Kuikuti gerakannya, tetapi.. “Jangan.sampai…lepasss” Rupanya pergerakan robohku begitu cepat, hingga kelaminku dikit tercabut. Untung Tante cepat menyeimbangi gerakanku, sampai punyaku “masuk lagi”. Saat ini kami telah prima kembali tempat. Tante yang menindihku. Cuma sesaat. Tante lalu perlahan-lahan bangun mendudukiku. Kelamin kami tidak lepas. Tante mulai bergerak. Aneh, gerakannya maju-mundur! Rasa-rasanya lain juga, tetapi sama sedapnya! Dengan tempat ini gesekannya berasa lain. Terkadang diputar, seperti diperas. Terkadang Tante “jongkok”, pantatnya turun-naik, enak juga. “Aaaahhhh..kamu..nakal” teriaknya saat ia berjongkok memasukkan kelaminku, saya mengusung pantatku. Ke-2 tanganku dicapai, dituntun ke dadanya. Kuremas dada yang lebih licin terkena keringat. Entahlah telah berapakah lama pada akhirnya Tante lelah juga.


Ia rebahkan tubuhnya. Kupeluk. Kumiringkan, saya ingin diatas . Tante menurut. Dengan berhati-hati kami merubah tempat, supaya jangan lepas. Saya sukses. “Kamu…udah..pandai..”pujinya. Dengan tempat diatas saya jadi bebas menggenjot. Kembali lagi Tante teriak. “Terus..To.., Tante…hampir…” Terus. Tusukanku semakin menggila. Teriakannya semakin keras. Rasa geli hadir, diawali dari ujung penis, terus menyebar ke semua badan. Semakin geli. Semakin cepat saya menarik-tusuk. Kesemutan…mengambang..melayang-layang..dan……. “Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh….” Seeeerrr, denyut-denyut, seeerrr, bergetar, serrrrr, berguncang..seer. Entahlah telah berapakah kali seerr, yang pasti setiap saat keluar saya rasakan kesenangan yang tidak dapat kugambarkan dengan beberapa kata. Demikian nikmat. Saya sampai lupa memerhatikan tingkah Tante.


Badannya sudah berubah ke atas sebab ku”dorong” dengan tusukanku. Bantalnya bukan di kepala, tetapi di punggung. Sedang kepala terkulai, mata lihat ke atas, bibir terkatub rapat semua badan gemetaran. Teriakannya ? Tidak butuh kuceritakan. Cukup lama saya serta Tante bergetaran ini, rasakan puncaknya kesenangan jalinan kelamin……. Lalu, cuma nafas kami berdua yang terdengar, seakan berebutan menyedot oksigen untuk kembalikan enerji yang keluar. Lalu barangsur perlahan, semakin teratur. Tante masih “terkapar” Saya lunglai diatas tubuhnya. Ini ke empat kalinya saya bersetubuh dengan Tante. Yang paling akhir berikut kurasakan benar-benar berlainan dibandingkan 3x yang sebelumnya. Lebih nikmat, lebih mencapai puncak, lebih lama, semakin banyak saya keluarkan “air”ku, lebih bergetar, intinya …..sulit dikisahkan.


Pengalaman baru mengenai rasa nikmat. Serta , semoga pengamatanku tidak salah, Tante demikian menggelepar, mengeluh, teriak, berlainan dengan awalnya, Tante kesempatan ini terlihat “selesai”. Mudah-mudahan demikian. “Ooh..To., kamu hebat” Diciumnya pipiku dengan gemasnya. “Apanya yang hebat, Tante” “Kamu benar-benar lelaki” imbuhnya “Memang dari dahulu saya lelaki. Ini buktinya” Kusodorkan kelaminku, menyerang perutnya. “Laki-laki yang jantan” diremasnya penisku dengan gemas. “Auu” teriakku “To…luar biasa..” Tidak putus-putusnya dia memujiku. “Enak engga barusan, Tante ?” “Wow. bukan main. Benar-benar!” Kupeluk tubuhnya. Saya merasakan bahagia sekali.


“Tante sayang..” Saya berbisik semesra mungkin. Cukup terkejut Tante memandangku, lalu tersenyum. Manis sekali! “Ada apa ‘yang ?” Wuih, mesra sekali. Tante memanggilku ‘yang’. “Saya sayang Tante” Kucium bibirnya. “Hhmmmmmmm” lenguhnya. “Kalau lama, enak sekali ya Tante” “Kok kamu barusan dapat lama” “Engga tahu, Tante. Mungkin sebab barusan ronde kedua” “Atau mungkin sebab kamu sudah mulai pandai” “Yang pintar gurunya” “Huuuu” cibirnya sekalian mencubit kontolku. Saya suka. “Guruku yang cantik” Dicubitnya hidungku. “Dan berpengalaman” godaku . “Aaah, udahlah, To” Kami diam . “To.” panggilnya mendadak. “Ya.sayang” “Jangan tinggalin Tante, Ya” “Oo, engga dong. Waktu Tante yang cantik ini ingin ditinggalin” “Tante serius, To” “Saya serius, Tante. Saya memerlukan Tante. Saya ingin ini tiap hari, Tante” “Saya perlu kamu” Nah ini baru pengakuan. Ini pengakuan baru.


Tante membutuhkanku ? Bukankan dia punyai suami ? “Oom Ton bagaimana Tante” Mendadak muka Tante beralih, cukup susah kulihat. “Tante….ah engga. Intinya kita harus berhati-hati, To. Ingat pesanku ‘kan ? Tante suka juga kita dapat ini terus. Tetapi berhati-hati, ya ?” “Pasti, Tante. Saya akan berhati-hati. Tetapi Tante ingin kan, setiap hari” “Nanti kamu bosan” “Saya telah katakan, Tarto sayang Tante. Tarto perlu Tante. Tarto ingin nikmati tiap hari. Barusan Tante katakan memerlukan Tarto. Tujuannya bagaimana Tante ?” “Iya.sama dengan kamu, Tante ingin tiap hari” Klop ‘kan ? Kemauan yang sama, sama-sama memerlukan, sama-sama memberi kepuasan, dan….sama-sama menyayangi.


Apa ini yang diberi nama cinta ? Ya, apa kami sama-sama menyukai ? Saya memang tidak ingin kehilangan Tante, tetapi Tante sendiri bagaimana ? Apa dia membutuhkanku sebab menyukai keponakannya ini ? Atau sebab saya barusan memuaskannya ? Bagaimana dengan suaminya ? Jangan-jangan dia tidak memperoleh kenikmatan dari Oom Ton ? Saya ingin memperoleh jawaban dari pertanyaan paling akhir ini, tetapi mana berani saya bertanya langsung pada Tante. Ah, itu tidak penting. Yang penting, saya saat ini punyai kekasih yang mengagumkan, yang dapat membuatku melayang di pucuk kesenangan. Capek benar saya malam hari ini.


Pikirkan, malam hari ini 2x saya “bertempur”. Khususnya yang paling akhir barusan, permainan lama yang benar-benar kuras tenagaku. Saya saat ini ingin istirahat. Masih cukup sempoyongan saya bangun kumpulkan pakaianku. “Mau ke mana To ?” “Saya ingin tidur, Tante” “Sudah tidur sini saja, temanin Tante” “Saya suka sekali Tante, tetapi esok Oom ‘kan pulang ?” “Paling cepat esok siang” Saya memerhatikan Tante yang dengan malas bangun. Badan wanita ini memang mengagumkan. Saya betul-betul mujur memperolehnya.


Masih telanjang bundar Tante berjalan ke arah kamar mandi. Tidak terlepas mataku menatapnya. “Kenapa, To” Tante merasakan saya tatap demikian. “Tante memang indah” kataku sekalian berganti-gantian memandang dada serta ‘rambut’ bawahnya. “Kamu memang nakal. Biarlah, bersih-bersih dahulu baru kita tidur” Di kamar tidur Tante yang luas ini ada kamar mandi yang luas juga. Ada dua wastafel cermin lebar, bath-tube, serta tempat untuk mengguyur (douce) yang berpintu kaca cukup buram. Di bath-tube kami sama-sama bersihkan, Tante menyabun tubuhku sesaat saya mengguyur tubuhnya, lalu gantian. Ah, mesra sekali. Lalu berdua kami tidur berangkulan di bawah selimut yang hangat, tanpa ada baju. Tante yang punyai inspirasi ini. Enak juga. Jam dinding menunjuk waktu 11.32. Dua ronde permainan butuh waktu hampir 3 jam. Patut saja saya capek.


Dengan tergagap saya terjaga. Dimana saya in ? Tante masih berada di pelukanku. Kulihat seputar, ah saya tidur di kamar pribadi Oom Ton serta Tante Yani! Ada rasa enak dibawah sana. Ooh, Tante sedang asik mengelus-elus penisku yang tegang. Tiap bangun pagi, tanpa ada dieluspun penisku memang tegang. Elusan ini yang membuat saya terjaga. Kulihat jam dinding, jam 05.17. Ah , telah pagi, saya harus bersiap. Tetapi Tante ini.. Tante memandangku, tersenyum, seperti biasa : manis. “Punyamu sudah keras, To” Buah dada itu menyembul sebab terpojok dadaku.


Saya terangsang. Langsung saya capai buah indah itu. Putingnya telah keras. Kami berpagutan. Saya ingin tahu persiapan Tante pagi hari ini, tanganku ke bawah sana. Telah basah rupanya. Mengingat waktu, saya ingin selekasnya mulai. Tantepun memahami. Kembali saya lakukan ‘pertempuran’ panjang menentang Tante. Rasa-rasanya jalan ke pucuk masih lama. Saya percepat “pompaan”ku Belum. Saya terus melumat bibir Tante, menahan “kicauan”nya yang semakin keras, cemas terdengar Mar yang kemungkinan besar telah bangun. Ubah tempat Percepat .


Hampir Ganti tempat Pada akhirnya, saya semakin meyakini seperti yang Tante sebutkan, jika saya lelaki tulen, jantan, hebat…. Pagi yang melelahkan sekaligus juga menyegarkan……! Tante memberi bukti, tidak cuma janji. Kami bersetubuh hampir setiap hari, terkecuali jika Tante senam. Waktu yang dipilihnya ialah siang hari, waktu saya baru pulang sekolah, di kamarku. Ini untuk keamanan. Siang hari ialah waktu yang paling aman. Waktu Si Mar sedang repot kerja di belakang, Si Luki main dengan pengasuhnya di dalam rumah samping, serta waktu Oom Ton belum pulang kantor.


Siang hari memberi Tante cukup waktu untuk bersihkan diri, hilangkan “bekas”. Saya jauh dari jemu, seperti yang di kuatirkan Tante. Sebab saya benar-benar sangat nikmati jalinan ini. Unsur lain yang membuat saya tidak jemu ialah kreatifitas Tante. Seperti yang kukemukakan diawalnya tulisan ini, ada-ada saja inspirasi Tante untuk bikin surprise untukku tiap terkait kelamin. Entahlah itu tempat terkait, atau acara “pembukaan”, penambahan ronde, dan sebagainya yang membuat saya merasakan “lain”. Sudah pernah satu waktu saat saya pulang sekolah, dia telah siap di dipanku menggunakan selimutku hanya dada serta tidak menggunakan apa-apa dibalik selimut itu.


Surprise yang membuatku “terbakar”. Lain waktu dia memintaku “masuk” dari belakang. Bertopang pada lututnya dia ‘nungging’, saya main sekalian memegangi pantatnya yang bahenol itu. Waktu lainnya , kami ‘bertempur’ diatas meja belajarku. Dia duduk di tepian meja buka kaki, saya ‘masuk’ sekalian masih berdiri. Juga pernah di kursi belajarku. Saya duduk di kursi yang dirapatkan ke dinding, dia duduk diatas pahaku bertemu. Dengan tempat ini dia bebas “memilih” tempat tusukan kelaminku di vaginanya.


Tempat atau style apa pun, yang pasti membuat kami berdua ke arah pucuk bertepatan atau hampir bersamaan. Surprise yang sulit kulupakan dan adalah pengalaman baru bagiku ialah seperti yang akan kuceritakan berikut ini. Seperti yang sudah-sudah, pulang sekolah sesudah ubah pakaian, saya langsung menjumpai Tante minta “jatah” bersetubuh. Saya ucap jatah sebab jika malam hari Tante bukan milikku , tetapi jatah suaminya. Siang itu ruangan tengah sepi, Tante mungkin berada di kamarnya, kulihat pintunya dikit terbuka. Saya ingin masuk ke kamarnya, kesempatan ini saya ingin main di kamarnya, sebab semenjak “semalam 3 ronde” itu saya tidak sudah pernahmaking love di kamar itu, tetap di kamarku.


Kuperiksa kondisi seputar dahulu. Aman. Saya masuk kamarnya. Tante kenakan kimono sedang mengikat rambutnya. Kukunci pintu, kupeluk Tante dari belakang, menggerayangi. Tidak ada apa-apa dibalik kimono itu. “Hhmmmmm..sesaat ya ‘yang, Tante ingin mandi dulu” “Engga perlu mandi Tante masih wangi” kataku terus menelusuri tubuhnya. “Entar agar fresh. Sabar dahulu ya..” Saya hentikan aksiku. “Saya turut mandi Tante” kataku bercanda. “Ayolah, kita mandi bareng” Tidak kusangka Tante menganggap serius. Mari, jika demikian. Saya langsung bertelanjang, membimbing Tante memasuku kamar mandi. Tante buka kimononya, bertelanjang bundar , masuk ke ruangan douce.


Tidak bosan-bosannya saya memandangi badan indah ini, walau sebenarnya hampir setiap siang saya menggumulinya. “Ayo, To” ajaknya. “Kita main di sini Tante ?” nakalku muncul. “Hush, saat ini kita mandi dahulu, kapan-kapan bolehlah” Tanganku yang bersabun menggosoki dadanya. Dibagian putting menyengaja kutekan-tekan. Tante menggosok dadaku dengan sabun. Lalu perutnya, serta ke bawah . Tangan Tante ke bawah. Diusapnya dengan sabun ‘rambut’ bawahku, setelah itu digenggamnya batang kelaminku, digosok juga. Karuan saja batang itu jadi membesar. “Hiiiiii, bangunnya cepet bener” Saya nikmati gosokannya. Tante betul-betul cermat, semua sisi dari alat vitalku itu dibikin bersih dengan sabun lalu diguyur. Enak. Saya ikutan. Semua sisi kelaminnya saya membersihkan. Jika saya menggosok “pintu” kelaminnya, kulihat mata Tante merem-melek keenakan.


Usai mengeringkan tubuh saya langsung menubruk Tante. “Heee, jangan di sini To, ingat dong” Oh iya. Siang ini kadang si Luki senang masuk ke kamar, pasti dibarengi si Tinah. Beresiko. Saya kenakan pakaian, cuma baju luar saja, baju dalam saya bawa serta, mempersingkat waktu. “Hiiiii, lucu.” kata Tante memberi komentar benjolan di celanaku. Tantepun cuma menggunakan daster, tanpa ada baju dalam. Saya masuk kamarku duluan, langsung berbugil. Sejurus setelah itu Tante mengejar, langsung juga bertelanjang bundar. Kami langsung menyatu, sama-sama raba serta sama-sama pagut. Kesempatan ini mungkin tidak ada surprise yang dibikin Tante. Atau ya itu barusan, mandi dahulu sebelum main. Benar kata Tante, lebih fresh. Saya meringkik kegelian saat Tante menciumi pusarku. Ini mungkin kejutannya, tidak umumnya Tante demikian. Tetapi, Tante terus ke bawah menciumi ‘rambut’ku.


Lebih terkejut , tangannya memegang kelaminku serta mulai menciumi barang yang telah mengeras itu! Bukan main! Geli-geli nikmat. Bahkan juga.. “Aaaaaaaahhhh” saya mengeluh saat kepala penisku dimasukkan ke mulutnya! Mengagumkan enaknya. Ini rupanya kenapa Tante demikian cermat bersihkan kelaminku waktu mandi barusan. “Tante…” Tante seakan tidak dengar panggilanku, terus saja asik melahap barangku. Tante mampu masukkan barang itu sampai separohnya. Pada saat di, jelas kurasakan lidah Tante turut main menggelitiki penisku.


Woooow sedapnya tidak terhitung .! Benar-benar ini pengalaman baru bagiku. Enaknya berasa lain. Entahlah apa yang dirasa oleh Tante. Kok mau-maunya dia lakukan ini. Saya sich keenakan. Saya lihat bagaimana dia repot mengeluarkan-memasukkan penisku, kepalanya turun-naik memiliki irama. “Aaaahhhhhhh…hhmmmmmmmm…ssssshhhhhhhh..sed ap, .. Tante., …Tante..pandai .sekali…” celotehku meredam nikmat. Bagaimana kelak jika saya tidak dapat meredam diri ? Waktu saya menyemprotkan spermaku ke mulut Tante ? Ah, bagaimana kelak saja, yang penting sekarang….sedaaaaaaaaaap. Mendadak Tante melepas “makanan”nya, disapunya barangku dengan kain dasternya yang tergeletak di dipan.


Saya merasakan kehilangan suatu. Dikeringkan. Lalu…dikulum lagi…! Nikmaaaaat.. Dilepaskan , mungkin ingin dilap . Nyatanya tidak, badannya digeser hingga kaki Tante beralih mengarah kepalaku. “To, .. mari cium, To..”katanya terengah. Sesaat saya bengong tidak pahami permohonannya. “Kamu cium ini…” tuturnya setelah itu sekalian menunjuk ke selangkangannya. Okey, Tante, toh saya seringkali mencium ‘rambut-rambut’ halusmu itu. Saya mulai mencium. “Ke bawah , dong To..” Ke bawah ? bermakna disitunya ? Hal baru, mengapa tidak ? Kucium benjolan kecil yang telah keras itu. Asin rasa-rasanya. “Aaaaaaaahhhhhhhh, enak To, terus…” Sekarang lidahku yang menyapu-nyapu pintu serta benjolan barusan “Yaaaahhh. yaaaaaa…begitu enak…” tuturnya sekalian mulutnya menyergapbatang kelaminku. Ada cairan yang asin rasa-rasanya.


Di masa datang saya baru mengetahui jika yang sedang saya serta Tante kerjakan saat ini namanya “posisi 69″ Dalam mengulum ini Tante pandai sekali, banyak variasinya. Keluar-masuk, terkadang menyedot-nyedot, main lidah, kadang-kadang menggigit (saya langsung teriak). Akupun diajarinya main. Menggelitik ‘lubang’ dengan lidahku, menggigit kelentitnya (perlahan, tentunya), menyapu bibirku ke “bibir”nya. Asik main semacam ini. Semasing repot, semasing rasakan enaknya. Entahlah telah berapakah lama kami main ini. Untung saja saya sukses meredam diri tidak untuk keluar. Saya saat ini mempunyai keterampilan baru untuk mengatur diri, mengendalikan diri kapan waktunya ‘keluar’.


Jika tidak, waktu saya menyiram mulut Tante dengan maniku. Sampai akhirnya…. “Ayo, To….saat ini.To….” Saya memutar tubuhku, sesaat Tante rebah terlentang buka kakinya, siap terima tusukanku. Saya masuk dengan gemas. Tante terima dengan ketertarikan. Untuk kesekian kalinya kami sama-sama menggenjot. Bersama dengan ke arah pucuk. Bersamaan menggelepar. Telah itu Saling lemas Saling senang. Oh, begitu bahagianya saya. Keperluan lahir serta batin tercukupi. Kurang apalagi ? *** Tidak ada yang kurang pada diri Tante. Cantik, putih, badan bagus, permainan dalam tempat tidur mengagumkan, serta kreatif. Kreatifitas Tante tercermin dari langkah bersetubuh. Ada-ada saja yang dilakukan yang membuatku merasakan bersetubuh dengan orang baru. Tetap ada hal baru dalam tiap permainannya. Semenjak Tante mengenalkan “posisi 69″, saya tetap meminta dikulum penisku jadi acara pembukaan. Tante sangat nikmati permainan lidahku di vaginannya.


Seperti biasa sepulang sekolah saya dekati Tante untuk melakukan ‘tugas’ teratur, bersetubuh. Saya telah buka resleting celanaku, keluarkan penisku yang tegang di dekat Tante yang sedang duduk di pinggir ranjang, masih kenakan pakaian komplet, di kamar Tante yang telah kukunci. Yah, seperti pemberitahuan jika saya telah siap. Tetapi tante menyongsong dengan dingin, tidak seperti umumnya. Dia cuma mengelus-elus. Saat dengan kurang ajar saya mendekatkan kelaminku ke mulutnya, dia cuma mengecup lembut kepalanya, tidak dikulum seperti umumnya, paling-paling cuma memegang. “Tante engga dapat saat ini, To” “Kenapa Tante ?” “Tante …itu..” “Lagi apa, Tante ?” “Lagi mens.” “Mens ? Apakah itu Tante ?” “Kamu engga tahu ?” “Bener, Tante. Saya benar-benar engga tahu” Memang saya tidak paham. “Begini, tiap bulan wanita yang telah dewasa alami waktu menstruasi. Wanita yang normal tentu mengalami” Lalu Tante memberikan kuliah mengenai menstruasi itu.


Bahkan juga ditunjukkannya kepadaku celana dalamnya yang berbalut itu. “Kalau demikian, esok saja ya, Tante” pertanyaan bodoh memang. “Engga dapat To. Waktu mens umumnya seputar satu minggu. Tetapi jika Tante seputar 4 – 5 hari.” Wah, menanti 4 – 5 hari, mana tahan ? “Tapi Tante, saya ingin …” “Engga, To. Sabar saja ya, yang…” Aduh, pusing saya, kemauan telah tiba ke kepala. “Bagaimana jika ini saja Tante..” Kataku sekalian tempelkan penisku ke bibir Tante, meminta dikulum. “Engga juga bisa, To. Itu namanya kamu egois. Kamu dapat senang, tetapi jika Tante terangsang, bagaimana ?” Benar kata Tante. “Maafkan saya, Tante. Saya benar-benar belum tahu” kataku sekalian memeluknya dengan mesra. “Engga apa-apa, To. Tante maklum” Dimasukkannya penisku, celana dalamku dibenarkan terletak, lalu ditutupnya resleting celanaku.


Mesra sekali. “Awas, ya. Jangan mencari target lain” tuturnya. Kucium ke-2 iris pipi Tante, dengan mesra juga. “Engga dong, Tante. Emangnya apaan.” Nyatanya ada yang belum saya tahu mengenai wanita Saat ini masalahku, mana dapat saya menanti 4 – 5 hari tanpa ada bersetubuh, sesudah hampir setiap hari nikmati. Pulang sekolah cukup terkejut saya merasakan Tante duduk di sofa, membaca. Kucium pipinya. “Engga senam, ‘yang ?” “Engga, banyak-banyaknya” “Apanya yang banyak ?” “Ah, kamu. Ya mens-nya” Saya pahami. Tetapi bermakna hilang kesempatanku siang hari ini menyatroni mBak Mar.


Sekurang-kurangnya saya harus menanti 2 hari , agenda senam Tante selanjutnya, atau menanti sampai Tante “bersih”. Malamnya, terkantuk-kantuk saya menanti Oom Ton serta Tante masuk kamar. Jam 10.15 mereka masih asik melihat TV. Saya masuk kamar duluan, resah. 1/2 jam selanjutnya kudengar TV dimatikan, lampu tengah , lalu kudengar suara pintu ditutup serta digembok. *** Menyengaja saya hadir ke sekolah lebih pagi. Hari in ada ulangan Fisika serta saya merasakan belum siap. Di dalam rumah saya tidak dapat konsentrasi belajar, ingatanku ke Tante selalu.


Ditambah lagi saat ini sudah beberapa waktu saya tidak bersetubuh, pusing saya, mana dapat belajar di dalam rumah. Pagi hari ini peluang terakhirku untuk belajar Fisika hadapi ulangan kelak. Sedikit kawan yang hadir, hanya ada Tono, Edi serta Rika yang ngrumpi. Dito belum muncul. Saya mengambil bangku paling belakang, mojok, lalu coba berkonsentrasi. Lumayanlah dalam 1/2 jam saya dapat pecahkan soal-soal yang kuperkirakan akan keluar kelak.beberapa rumus sudah sempat “masuk’ ke otakku, sampai satu orang hadir menghampiriku dengan senyuman yang sangat manis. Yuli memang manis, ditambah lagi jika senyum.


Masih ingat dengan Yuli, pembaca ? Yuli rekan sekelasku yang kugambarkan badannya biasa saja, dadanya mencolok lumrah serta mukanya manis. Belakangan ini kami semakin akrab, hanya dalam pelajaran lho! Seringkali sama-sama pinjam buku catatan, diskusi soal-soal PR, atau hanya bicarakan guru-guru. Semakin dekat kurasakan Yuli semakin menarik, dadanya semakin mencolok saja. Saya telah ada di pelukan Tante sich, jadi saya kurang memerhatikan Yuli. Entahlah ini cuma ge-er saja, kulihat Yuli demikian ceria jika bersisihan denganku. “Rajin bener. belajar Fisika ya..?” tegurnya sekalian duduk di samping kananku. “Ah engga. Oleh sebab saya malas, baru sempat belajar sekarang” sahutku “Pinjam catatan Matematiknya dong Tar” “Matematik ? Kan entar ulangan Fisika” “Iyyaa.


Tetapi tempo hari gua engga sempat nyatet jawaban masalah kemarin” Saya ulurkan buku Matematik, sekalian memgang tangannya. Yuli biarkan tanganku meremas tangannya, walau setelah itu ia tarik tangannya, without any words. Sinyal “penerimaan”. Tangannya halus bener .. Lalu ia dengan serius memelototi catatanku itu. Anak ini memang serius sekali jika belajar. Mataku tidak terlepas memperhatikannya. Ia mungkin tahu saya memandangnya, tetapi pura-pura tidak paham. Ah .. Inilah. Di antara kancing pakaiannya, saya sudah sempat “mencuri” keindahan samping buah yang tumbuh di dadanya. Cuma dikit sich, tetapi cukup membuatku “berdiri”. Ditambah lagi daging itu kelihatan dikit turun-naik selaras tarikan nafasnya. Ah kalau ..khayalanku melayang-layang tinggi. Kuperiksa kondisi seputar. Masih sepi, memang masih pagi sich.


Cuma ada 2 kawan tadi, asik menulis. Sekaranglah saatnya! Toh 2 rekan barusan menghadap ke depan kelas, tidak akan lihat jika saya “menggarap” Yuli. Selekasnya saja tangan kananku merangkul pundak Yuli. Tidak ada reaksi. Tindakan kuteruskan dengan menggenggam dagu serta menariknya. Mata Yuli dikit membelalak, cukup terkejut mungkin, tetapi tidak ada pertanda penampikan. Ah. bibir merah membasah yang menggairahkan. Kucium bibirnya. Serta … Yuli membalas ganas ciumanku..! Tanganku mulai buka kancing pakaian putih itu, lalu empat jariku menyelinap ke balik BH-nya. Halus, padat, serta cukup besar. Saya meremas. Yuli melenguh. Jariku mencari putingnya. Mengeras.


Tangannya kepangkuanku. Meremas juga. Sekalian masih berciuman, saya melirik dua temanku barusan, mereka masih tidak acuh repot sendiri. Aman! Bibirku mencari lehernya yang licin, terus kebawah. Kancing pakaiannya telah terbuka semua. Kulepas pakaian seragamnya, lalu kudorong Yuli sampai rebah di bangku sekolah! Saya menindihnya sampai badan kami “lenyap” dari pandangan rekan-rekan barusan jika mereka melihat ke belakang. Kuciumi habis-habisan ke-2 bukit perawan itu.


Saya meyakini bukit kembar ini belum tersentuh oleh “pendaki” mana saja. Keras, serta padat. Saya tidak mampu meredam . Meskipun pakaianku masih komplet memelekat di tubuh, tetapi meriamku telah muncul tegak dari rits celana, siap. Kusingkap rok abu-abu itu jauh-jauh ke atas. Kupelorotkan celana dalam krem-nya… Amboi … bulu-bulu halus, rata di semua permukaan kewanitaanya.. Mengagumkan.. Waktu saya kerjain di sini, di kelas ? Agar saja. Jika kelak ketangkap basah bagaimana ? Perduli sangat. Jika telah ini, mana dapat “delay”, ditambah lagi “cancel”.


juga Yuli telah merintih-rintih sekalian buka pahanya cukup lebar. We got the poin no return! Mulai saat ini ? Ya, nantikan apalagi. BH-nya masih memelekat. Agar saja, tidak ada waktu . Kutempatkan penisku ke “tempat yang layak”. Menyapu-nyapu sesaat di sekitar pintu-basahnya, lalu mulai menyerang. “Uuuuhhhhhh ..” Yuli melenguh. Mentok. Walau sebenarnya baru “kepala”ku yang terbenam. Tusuk dengan meningkatkan desakan. “Aaaahhhhh .perlahan ..perlahan ..sakiiit…” Desahnya perlahan serta terbata-bata. Buset! Sulit bener.


Vagina yang satu ini sempit benar. Apa benar, Yuli masih perawan .? Mungkin saja. Karena umumnya jika sama Tante Yani tusukan ini telah dapat sampai “dasar”. Saya tusuk lebih kuat, bahkan juga sekuat tenagaku. Serta ….. “Heh! ngelamun saja!”kudengar suara cukup memarahi. Suara Yuli! Saya tersadar. Saya kembali pada alam riil. Kembali dari lamunan nakal. Lamunan bersetubuh dengan gadis yang duduk di sebelahku ini. Gadis yang barusan mengagetanku! Ah.sialan. Mengapa saya ini ? Dikarenakan melihat dikit buah Yuli, saya jadi melayang-layang.. *** Hari selanjutnya saya kurang mujur. Tante berada di rumah mengajakku bercakap. Cuma bercakap.


Sayang sekali badan molek ini belum dapat “dipakai”. Sembulan dada sisi atas Tante serta dikit belahannya cukup membuatku kepingin. “Tante…” panggilku dengan suara serak” “Hmm ?” “Saya pengin, Tante” “Kamu itu, engga sabaran, engga sudah pernah puas” “Bukan demikian, Tante. Saya senang, senang sekali. Hanya suka, habis enak sich. Sudah biasa tiap hari…” “Sabar, dong” tuturnya sekalian memegang selangkanganku. “Eh, sudah keras..” tuturnya . “Iya, Tante. Saya siap tiap saat” kataku mengikuti iklan “Dasar…….! Dua hari lagi” “Lama bener..” Esok siangnya , ada surprise baru untukku. Tidak bersetubuh sich, tetapi menyenangkan. Tante sedang duduk di sofa merajut.


Demikian hadir saya langsung singkirkan kain sulamannya, lalu kucium pipi dan bibirnya. Saya langsung tahu jika di balik gaun merah jambu, warna kegemarannya, Tante tidak menggunakan BH. “Mandi dahulu sana, To” “Udah dapat, Tante ?” tanyaku cerah. “Ih, kesitu saja pikiranmu. Belum, belum bersih” jawabnya sekalian membimbing tanganku ke bawah perutnya. Masih ada pembalut disana. “Jadi, bagaimana dong Tante” kuremas dadanya yang tidak berkutang.


“Pokoknya kamu mandi dulu” Saya mandi serta ganti pakaian dengan penuh berharap, mungkin ada kreatifitas baru dari Tante. Saya keluar kamar. Inilah kejutannya. Tante masih duduk disana, cuma kancing gaunnya sudah dibuka sampai perut, mempertontonkan sepasang buah dada yang mempesona. Mengagumkan. Berani benar Tante ini, bertelanjang dada di ruangan tengah. Jelas belum dapat bersetubuh, tetapi tingkah laku Tante ini mengisyaratkan ada permainan apalagi nih.


Langsung kuserbu buah dada itu. “Eeeeehhhhmmmmmm” Dengan gemasnya saya mengacak-acak buah indah itu dengan mulut serta tanganku. Belum senang saya main dengan dada, Tante mendorongku sampai saya berdiri di depannya. Kemarin. Tante buka kancing jeans-ku! “Tante… Si Mar nanti…..” “Engga ada, pergi…” Dibukanya resleting celanaku, diturunkannya celana dalamku, lalu dikeluarkannya penisku langsung tegang, dipegang pangkalnya, terus diciumi ‘kepala’-nya, lalu masuk mulutnya! Ooooohhh, sangat nikmat permainan baru ini. Situasi baru. Pikirkan. Di ruangan tengah, berdua masih kenakan pakaian, saya cuma keluarkan kelaminku, Tante mengulumnya dengan bertelanjang dada! Oh, indahnya dunia ini. “Ooohhhhhhhhh, Tante, …sedaaaaappp.” Kepala Tante bergerak maju-mundur, benar-benar perlahan-lahan. Berasa sekali bibirnya menjepit serta bergerak mencari permukaan penisku. “Tante..Tante…enaaaaaaaak, Tante..” Tante terus saja.


Tanganku dituntun ke buah dadanya. Saya sampai lupa diri tidak melakukan perbuatan apa-apa pada Tante. Habis enak sekali sich! Ke-2 tanganku meremasi sepasang buah kenyal itu. Tante terus kerja. Geli, Tante…! Ya, geli. Saya hampir ke pucuk. Entahlah kenapa kesempatan ini saya cepat mendaki. Mungkin sebab pintarnya bibir serta lidah Tante menjelajahi permukaan kulit kelaminku, atau sebab situasi yang aneh ini. Saya tidak dapat meredam lebih lama . Tante rupanya tahu jika saya hampir sampai, dia percepat gerakannya. Bagaimana jika keluar, saya tidak tega jika sampai menumpahi mulut Tante dengan spermaku. Selekasnya..ya..selekasnya sampai…. Dilepasnya kulumannya, tangannya yang menggenggam sapu tangan secepat kilat menutupi kelaminku serta dipegang. “Aaaaaaaaaahhhhhh” sekalian berteriak saya muncrat. Sedaaaaaaap.


Tante meremas. Muncrat , enak, meremas , muncrat, nikmat, remas, enak, muncrat, remas…. Beberapa menit saya terbang, kakiku goyah, lalu datang ditubuh Tante. Kucium mulutnya. Masih ada muncratan , tertampung di saputangan. Ada , semakin sedikit….. Sesaat saya masih menubruk Tante, dia masih memegang dengan saputangan. “Terima kasih, Tante…” “Enak, To ?” “Sedaaaaaaap, Tante. Tetapi lebih nikmat ke sini…” jawabku sekalian menggenggam benda yang masih berpembalut itu. “Masih pusing ?” “Hilang, Tante. Terlepas sudah…” Keteganganku memang terlepas. “Tante sendiri, bagaimana dong, Tante ?” “Engga apa-apa. Ini ‘kan hanya menolong kamu” Kupeluk Tante lebih erat.


Saya semakin sayang saja sama Tanteku ini. “Terima kasih, Tante. Tarto semakin sayang sama Tante” kataku jujur. “Sudah, bersihkan dahulu sana. Ih, banyaknya….” “Iya, habis telah tiga hari engga keluar.”. *** Semenjak momen ‘penguluman di ruangan tengah’ tempo hari itu saya jadi semakin berani ‘kurang ajar’ pada Tante. Seperti siang hari ini. Waktu Tante sedang duduk membaca di ruangan tengah, saya mendekatinya dari belakang dengan kelaminku telah kukeluarkan, terjulur kutempelkan di pipi Tante. “He, ngawur kamu.!” Tante terkejut. Ditariknya punyaku. “Aauuu” saya teriak. “Masukkin, engga aman!” “Iya Tante, saya ketahui. Hanya bercanda” Pada hari selanjutnya Tante membalas.


Pada saat saya sedang makan siang sendiri, Tante mendekatiku, benar-benar dekat hingga perutnya cuma memiliki jarak beberapa senti dari pipiku. Kucium bawah perutnya. Lalu Tante mencapai tanganku, dimasukkan ke balik gaunnya, langsung vaginanya tergenggam. Tidak ada celana dalam dibalik gaun Tante. “Sudah bersih, Tante ?” “Sudah..” Kuangkat gaun itu hingga ‘rambut’ yang menggemaskan itu terlihat. Saya langsung tegang, bermakna siang hari ini dapat. Saya langsung berdiri tinggalkan makanku, memeluknya. “Tunggu dulu” kata Tante sekalian mendorongku terduduk kembali. “Kali ini Oommu dahulu, ya..” Tuturnya sekalian meninggalkanku masuk ke kamarnya. Kurang ajar! Oom Ton berada di kamar. Semestinya saya tahu, mobilnya berada di garasi. Tante masih sudah sempat melihatku sekalian tersenyum, sebelum dia menutup kamar.


Saya semakin tegang saat 1/2 jam setelah itu lamat-lamat dengar suara erangan Tante dari kamar.. Saya masuk kamar, tidak tahan disana. Tante telah usai mens-nya, semestinya siang hari ini dia milikku. Tetapi Oom Ton merebutnya. Merampas ? Memang Oom Ton pemilik resmi. Saya tidak berhasil coba berkonsentrasi membaca Fisika, esok ulangan. Bayangan Tante disetubuhi suaminya yang ada. Ah, sialan.. Sesudah coba mengerti posisiku, saya jadi cukup tenang. Saya ‘kan cuma kemenakannya yang dibantu, lahir serta batin, mengapa harus sewot ? Kelaminku mulai surut. Tetapi itu tidak lama. Mendadak Tante masuk, langsung menutup pintu kamarku. Disodorkan buah dadanya ke mulutku. Buah itu masih berkeringat, mukanya. Tidak perduli. Saya serbu dada itu, masih duduk di kursi belajarku. Kelaminku langsung jadi membesar . Tante dengan tergopoh-gopoh buka resleting celanaku, keluarkan didalamnya yang telah keras menjulang. Dia mengambil langkah naik ke pahaku.


Mengarahkan kelaminku ke vaginanya, dan….blessss saya langsung masuk…! Edan! Tanpa ada pemanasan dahulu Tante langsung main. Di kursi . Untung saya cepat siap. Jadilah kami ‘berkudaan’ di kursi. Tante semangat sekali kelihatannya. Dengan tempat berpangku bertemu dia diatas, Tante bebas mendalami penisku. Saya lebih pasif. Cuma terkadang saja menyerang, soalnya berat, harus mengusung tubuhnya dengan pinggulku. Gila! 1/2 jam waktu lalu saya dengar Tante mengeluh di kamarnya bersama dengan Oom Ton, saat ini dia berkudaan denganku, sesaat suaminya (mungkin) sedang nyenyak di kamar samping! Seolah dia tidak ada puasnya. Atau jangan-jangan dia belum senang dengan suaminya lalu meneruskan di sini ? Cuma Tante yang tahu. Begitu trampilnya dia menggenjot. Vaginanya demikian menjepit serta mengurut penisku, berkali-kali. Demikian rupa dia merangsang kelaminku, membuat saya cepat naik. Geli sekali. Semakin cepat ia, semakin geli saya.


Mendadak tangannya mencekram kepalaku kuat sekali. Tubuhnya bergetar hebat, mengejang. Di sana berdenyut-denyut. Bahuku digigitnya. Getaran tubuhnya semakin hebat, lalu tiba-tiba berhenti menggenjot. Mengeluh. Tante sedang melayang-layang di pucuk.. Akupun hampir sampai. Saya saat ini yang menggenjot. Tante teriak. Vaginanya menjepitku teratur mengisyaratkan Tante sudah orgasme. Saya tidak perduli, karena saya belum, hanya hampir sampai, terus menggenjot. Tante masih mencekeram erat, dengan pasif ikuti pergerakan tusukanku yang turun-naik, lalu…akupun mengejang, melepas. Bingung, Tante mengeluh , semestinya saya yang teriak. Tante turut nikmati ejakulasiku.


Sejurus setelah itu kami diam, masih berangkulan, Tante belum mencabut. Cuma nafas kami berdua yang masih berkejaran. “Tante hebat…” saya buka pembicaraan “Apanya yang hebat, malah kamu yang hebat. Tante barusan ‘kan duluan” “Ah, kita hampir bertepatan kok tadi” “Jadi apa maksudmu hebat” “Tante dapat 2x berturutan” “Ooh itu, engga sich..” “Tadi saya dengar, waktu Tante sama Oom” “Ah, waktu.?” “Iya, Tante mengeluh, saya jadi ngiri.” “Kan kamu bisa juga” “Itulah karena itu Tante dapat dua kali” “Kamu dapat juga 2x, saat malam itu.” “Iya, tetapi ‘kan ada jarak waktu” “Sebenarnya Tante barusan hanya sekali” “Yang benar, Tante. Baru saja Tante ‘kan sampai pucuk..” “Iya. Hanya itu.


Sama kamu” “Tadi sama Oom..” saya mulai memeriksa tentan jalinan Oom serta Tanteku ini. Tante diam saja. “Kok diam, Tante” saya betul-betul ingin tahu. “Ini kan permasalahan Tante dengan Oom-mu, rahasia dong” “Please, Tante, narasi dong. Tante kan isteri ku juga” buah dadanya kucium, putingnya masih keras. “Kamu engga perlu tahu” “Ayolah, Tante” Tante diam cukup lama. Lalu…. “Sama Oommu Tante belum sampai …..” Terkejut saya. Jadi, gagal orgasme dengan suaminya lalu meneruskan denganku. “Ah waktu, Tante” “Itulah sebenarnya, To. Oom-mu engga dapat memberi kepuasan Tante” Mungkin berikut penyebabnya, Tante setiap siang tidak menampik saya setubuhi, bahkan juga nikmati. “Pantesan……” “Pantesan apa ?” bertanya Tante “Tadi Tante langsung masuk, engga pemanasan dulu” “Tante barusan senewen, To. Ada rasa menggantung, ada yang perlu dituntaskan” “Untung saya barusan sudah siap” “Sory ya To…” “Engga apa-apa, Tante. Saya barusan senang. Hanya lebih nikmat jika pemanasan dulu” “Kamu harus mulai terlatih ini, To. Seperti yang Tante katakan dahulu, Tante perlu kamu.


Jangan terkejut jika mendadak Tante pengin. Tante harus sampai orgasme. Jika tidak Tante dapat edan..” “Saya siap, Tante, Benar. Kapan saja Tante perlu saya, silahkan saja Tante. Saya menikmatinya, Tante. Tanpa ada pemanasanpun saya engga apa-apa. Barusan saya katakan demikian, itu cuma semakin lebih nikmat jika dengan pemanasan. Jika tidakpun engga apa-apa” “Syukurlah, To. Pemanasan bagaimana yang kamu kehendaki, To ?” “Seperti berikut Tante” jawabku sekalian menciumi dadanya. “Itu jika kita sudah sempat. Jika kaya barusan, bagaimana ?” tanyanya . “Kan saya siap, Tante” “Iya sich. Tujuan Tante agar kamu lebih nikmat, kamu butuh pemanasan” “Yang umumnya kita kerjakan telah dengan pemanasan ‘kan. Hanya barusan saja, yang tidak” jawabku sekenanya. Pertanyaan Tante susah kujawab.


“Waktu kamu denger Tante sama Oom barusan, kamu gimana” “Saya terangsang, Tante” “Okey, Tante ada inspirasi buat pemanasan kamu, To. Tetapi inspirasi edan, mungkin” “Silakan, Tante. Saya suka sekali. Tante kreatif, saya menikmatinya” ‘Jangan terkejut, ya. Kamu paham.kamu mengerti kamar si Luki ?” “Tahu Tante” kamar Luki berdekatan dengan kamar Tante. “Disitu kan ada pintu yang tembus ke kamar Tante” “Saya engga lihat, Tante” “Kalau kunci pintu itu Tante cabut, kamu dapat lihat ke kamar Tante dari lubangnya….kamu tahu apa yang Tante tujuan ?” “Belum, Tante” “Lubang kunci itu lurus ke tempat tidur..” Amboi. Bermakna, jika saya melihat melalui lubang itu, saya dapat lihat insiden tempat tidur Tante. Hubungan dengan pemanasan, berarti….hebat, inspirasi yang hebat. Kucium bibir Tante dengan gemas. “Ide cemerlang! Sepakat sekali tante!” kataku senang. “Ntar dahulu, sepakat apa ?” “Aku akan melihat Tante sama Oom, jadi pemanasan” “Kamu pintar. Menurut kamu ini edan, engga” “Engga! Saya ingin Tante. Kita coba malam nanti ya.?” “Semangat banget” “Pengalaman baru” Saya benar-benar ingin lihat bagaimana Tante layani Oom, bagaimana permainan Oom Ton! Tante diam . Cuma sesaat, kemarin. “To, Tante ingin main sama kamu dalam tempat terbuka…” terkejut saya. Tempat terbuka ? Aneh. Ini sich hebat sekali. Saya ingat tempo hari, Tante mengulumiku di ruangan tengah. Nikmat. “Ide Tante memang hebat-hebat. Saya senang Tante. Tetapi aman engga ? “Itu masalahnya” “Kita mencari peluang, Tante. Tentu nikmat deh” Tante pelan-pelan bangun, melepas.


“Eeeeeeeeeehhhhhhhhh” lenguhnya menemani pencabutan ini. Di pintu kamarku Tante nengok kanan-kiri sebelum keluar. Saya ke kamar mandi. Usai dari kamar mandi saya lihat kamar Luki, kosong. Luki sedang dibawa pengasuhnya keluar. Pelan-pelan saya masuk, berhati-hati pintunya kukunci. Inilah pintu penghubung barusan. Saya melihat. Tidak lihat apa-apa, kuncinya masih menggantung. Saya sedih. Kuncinya cuma dapat dicabut dari arah kamar Tante. Dia harus membantuku.


Saya cari Tante, di kamarnya. Lebih baik saya makan dahulu sekalian menanti Tante keluar. Benar, Tante keluar, fresh sekali kelihatannya. “Tante, cabut dahulu kuncinya, saya ingin coba” bisikku. Tante tersenyum, masuk ke kamarnya. Dari lubang kunci di kamar Luki saya dapat lihat dengan jelas dari arah kaki, Oom sedang tidur nyenyak, cuma bercelana tidur. Kubayangkan, dari arah bawah ini saya bisa lihat kelamin mereka berdua, baik tempat ‘biasa’, Tante dibawah, atau Tante diatas.


Terkecuali jika mereka memutar tempat dengan kakinya mengarah bantal, saya cuma dapat lihat kepala mereka, paling-paling dada Tante. *** Malam itu seputar jam 10, saya telah ada dalam kamar Luki yang telah nyenyak. Dari lubang kunci saya lihat mereka sedang membaca. Cuma sesekali mereka bicara. Oom Ton kenakan pakaian tidur komplet, Tante menggunakan daster. Saya mengerti sebetulnya beresiko saya di sini. Bisa jadi mendadak Oom buka pintu ini untuk lihat anaknya. Jadi tiap Oom bangun, saya harus bersiap.


Jika Tante sich, saya engga butuh bereaksi. Tegang saya. Ah, nyatanya Tante kenakan pakaian ‘lengkap’. Saat ini saya dapat dengan jelas lihat celana dalam merah jambu itu, sebab Tante mengusung samping kakinya. Kecil kemungkinannya mereka akan main malam hari ini. 1/2 jam saya lelah menanti, Oom mematikan lampu baca, lalu tidur. Kamar itu meskipun cuma diterangi lampu tidur, tetapi cukup jelas saya dapat lihat badan mereka. Dengan sedih saya kembali pada kamar serta tidur…. Besok siangnya, saat kami barusan melakukan ‘tugas’ nikmat serta masih terlentang berdua tanpa ada baju, kutanyakan pada Tante mengenai tadi malam saya tidak jadi melihat ‘pertunjukan’ Tante serta Oom main. “Yaa.itu To, Oom-mu memang jarang-jarang minta, paling 2x atau bahkan juga hanya sekali satu minggu.


Karena itu Tante perlu ini” jawabnya sekalian mencekal kelaminku. “Kenapa engga Tante yang minta” “Ah, Tante ‘kan layani Oom-mu” “Tak ada kelirunya Tante yang mulai” “Betul, memang. Tetapi, seringkali Tante justru sedih. Oom-mu kan hobinya kerja, jadi mungkin lelah. Lebih baik Oom-mu yang mulai, itu berarti ia benar-benar butuh” “Sayang, mempunyai tubuh sebaik ini tidak maksimal dimanfaatkan” kataku sekalian mengelus buah dadanya. Tidak bosan-bosannya saya pada buah kembar yang indah ini. “Sekarang telah optimal” “Ya. Serta sayalah yang beruntung” “Tante mujur punyai kamu” Kamipun berangkulan erat. Jika telah ini, saya dapat lupa semua.


Lupa pada Yuli, Rika, atau mBak Mar. Saya berguling, jadi menindihnya. Pahaku menekan antara pahanya. Penisku mencari. Dan….saya masuk . “Heeeeh!’ Tante teriak terkejut. Saya menggerakkan. “Eeeeeeeehhhhhh” lenguhnya. Saat ini dia tidak terkejut . Saya menarik serta menggerakkan. Saya nikmati. Tante juga. Saya tidak ingat jika dia tanteku. Tante lupa jika saya kemenakannya. Bahkan juga lupa jika kami berdua manusia. Demikian ‘gila’nya kami main, kami lebih seperti hewan. Hewan yang sedang nikmati reproduksi. Reproduksi bukan untuk memperoleh keturunan, hanya untuk kesenangan. Serta..kesenangan kami temukan dengan bertepatan. Edan! Sesiang ini kami sudah 2x bersetubuh! Memang gila. “Edan kamu, To…” komentar selanjutnya. “Supaya maksimal, Tante..” komentarku juga. Kurasakan sisi dalam vaginanya berdenyut-denyut meremas penisku. Permainan yang melelahkan.


Saya jadi lemas, penisku jadi pegal. Pegal-pegal nikmat ….! Nah itu narasi panas dewasa yang dapat saya beri pada anda semua serta sebatas penambahan bila ada persamaan nama dan tempat insiden itu hanya kebetulan saja dan simak juga artikel lainnya dari berita paling baru yang tidak kalah serunya yakni narasi dewasa tante girang demikian serta terima kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerita Dewasa Bersama Resepsionis Cantik

PUJA88 > Cerita Dewasa Bersama Resepsionis Cantik - Aku sekarang berumur 37 tahun dan berprofesi sebagai direktur di sebuah perusahaan sw...